ANDALPOST.COM – International Criminal Court (ICC) mengeluarkan surat perintah untuk menangkap presiden Rusia Vladimir Putin, Senin (20/3/2023).
Perintah penangkapan tersebut muncul usai Putin diduga melakukan kejahatan perang yakni mendeportasi ratusan anak Ukraina yang berada di Rusia. Namun, pihak Rusia dengan tegas menyangkal tuduhan itu.
Menteri luar negeri (Menlu) Rusia Sergey Viktorovich Lavrov mengatakan keputusan ICC itu tidak berdampak apapun terhadap negaranya.
“Keputusan ICC tidak memiliki arti bagi negara kita, termasuk dari sudut pandang hukum,” beber Lavrov.
Namun, surat perintah penangkapan itu sebenarnya dapat merusak kemampuan Putin untuk bepergian dengan bebas dan bertemu dengan para pemimpin dunia lainnya.
Sehingga, hal itu dapat membuat Rusia mengalami kendala tersendiri, terlebih hingga kini masih melancarkan serangan terhadap Ukraina.
Negara Anggota ICC Wajib Menahan Putin
Sementara itu, sebanyak 123 negara anggota ICC wajib menahan dan memindahkan Putin jika dia menginjakkan kaki di wilayah mereka.
Terlebih Rusia bukan anggota dan begitu pula China, Amerika Serikat (AS) atau India yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak akhir tahun ini dari para pemimpin kelompok ekonomi besar G20.
Pengadilan kejahatan perang permanen dunia diciptakan oleh Statuta Roma, sebuah perjanjian yang diratifikasi oleh semua negara Uni Eropa (UE), termasuk Australia, Brasil, Inggris, Kanada, Jepang, Meksiko, Swiss, 33 negara Afrika, dan 19 negara di Pasifik Selatan.
Rusia menandatangani Statuta Roma pada tahun 2000, tetapi menarik dukungannya pada tahun 2016 usai ICC mengklasifikasikan aneksasi Moskow atas Semenanjung Krimea Ukraina sebagai konflik bersenjata.
“Putin tidak bodoh. Dia tidak akan bepergian ke luar negeri ke negara tempat dia mungkin ditangkap,” kata asisten profesor sejarah di Universitas Utrecht Iva Vukusic.
“Dia tidak akan dapat melakukan perjalanan cukup banyak di tempat lain di luar negara-negara yang jelas-jelas bersekutu dengan Rusia,” tegasnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.