Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Ikuti Jejak Indonesia, Malaysia Bakal Larang Ekspor Bahan Mentah Tambang

Malaysia Ikuti Jejak Indonesia, Ekspor Bahan Mentah Tambang Akan Dilarang
Salah satu lokasi tambang mineral jarang di Malaysia. (Sumber: Straits Times)

ANDALPOST.COM – Malaysia akan mengembangkan kebijakan untuk melarang ekspor bahan mentah tambang. Hal ini dilakukan untuk menghindari eksploitasi dan hilangnya sumber daya di Negeri Jiran tersebut. 

Pada Senin (11/9/2023), Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengumumkan hal tersebut karena ia ingin melihat negaranya bisa memaksimalkan kekayaan alamnya sendiri. Apalagi, dari segi luas wilayah daratan Malaysia tergolong kecil. 

Malaysia hanya memiliki sedikit cadangan hasil bumi di dunia. Menurut data Survei Geologi Amerika Serikat pada tahun 2019, cadangan hasil bumi yang dimiliki oleh Malaysia hanya sekitar metrik ton. Sedangkan pemilik hasil bumi terbanyak di dunia berada di Tiongkok dengan perkiraan cadangan 44 juta ton.

Namun keputusan tersebut diambil ketika dunia berupaya melakukan diversifikasi dari Tiongkok, produsen mineral tanah jarang (rare earth) terbesar di dunia yang digunakan secara luas dalam chip semikonduktor, kendaraan listrik, dan peralatan militer.

Malaysia Ikuti Jejak Indonesia, Ekspor Bahan Mentah Tambang Akan Dilarang
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menghadiri KTT ASEAN-Tiongkok ke-26 pada KTT ASEAN ke-43. (Sumber: Reuters)

Anwar mengatakan pemerintah akan mendukung pengembangan industri logam tanah jarang di Malaysia dan larangan tersebut akan “menjamin keuntungan maksimal bagi negara tersebut”. Meski begitu, Anwar mengatakan belum ada jadwal resmi dari pemerintah setempat kapan usulan tersebut akan mulai berlaku.

Sumber penghasilan Malaysia

Industri logam tanah jarang diperkirakan akan menyumbang sebesar 9,5 miliar ringgit (Rp 30 Miliar) terhadap produk domestik bruto negara itu pada tahun 2025. Selain itu Anwar juga menyebut larangan ini akan menciptakan hampir 7.000 lapangan kerja.

“Pemetaan detail sumber unsur tanah jarang dan model bisnis komprehensif yang memadukan industri hulu, tengah, dan hilir akan dikembangkan untuk menjaga rantai nilai tanah jarang di tanah air,” ujarnya.

Larangan yang diterapkan Malaysia dapat mempengaruhi penjualan ke Tiongkok, yang mengimpor sekitar 8% bijih tanah jarang dari negara Asia Tenggara tersebut antara bulan Januari dan Juli tahun ini, menurut data bea cukai Tiongkok.

Mengikuti kebijakan China dan Tiongkok

Awal tahun ini, Tiongkok sendiri mengumumkan pembatasan ekspor beberapa logam yang digunakan secara luas di industri semikonduktor, sebuah tindakan yang dipandang sebagai tindakan pembalasan atas pembatasan Amerika Serikat terhadap penjualan teknologi ke Tiongkok. Pembatasan tersebut memicu kekhawatiran bahwa Tiongkok juga dapat membatasi ekspor mineral penting lainnya termasuk logam tanah jarang.

Analis David Merriman di Project Blue mengatakan dampak pelarangan di Malaysia masih belum jelas karena kurangnya rincian, namun pelarangan bijih tanah jarang dapat berdampak pada perusahaan Tiongkok yang beroperasi di Malaysia.

“Undang-undang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap potensi investasi di Malaysia dari pihak Tiongkok, yang telah melirik negara-negara Asia lainnya untuk mendapatkan senyawa tanah jarang yang belum diproses atau dicampur sebagai bahan baku untuk fasilitas pengolahan (tanah jarang) di Tiongkok selatan,” kata Merriman.

Lynas Rare Earths Ltd dari Australia, produsen logam tanah jarang terbesar di luar Tiongkok, memiliki pabrik di Malaysia untuk memproses konsentrat yang diperolehnya di Australia. Belum diketahui apakah rencana larangan ekspor Malaysia akan berdampak pada Lynas.. 

Malaysia telah memberlakukan pembatasan pada beberapa operasi pemrosesan Lynas, dengan alasan kekhawatiran mengenai tingkat radiasi dari proses cracking dan leaching. (paa/fau)