Larangan TikTok
Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri, Mao Ning, China mengklaim tidak pernah dan tidak akan pernah meminta perusahaan atau individu untuk mengumpulkan atau menyediakan data yang berlokasi di negara asing.
Namun, pada Desember tahun lalu, TikTok serta perusahaan induknya ByteDance mengakui bahwa karyawan ByteDance telah mengakses alamat IP pengguna Amerika secara tidak tepat. Termasuk jurnalis yang menulis cerita kritis tentang perusahaan tersebut.
Alhasil, departemen kehakiman tengah menyelidiki apakah itu merupakan pengawasan yang tidak tepat terhadap orang Amerika.
“Kecuali jika ByteDance dan TikTok memiliki beberapa aturan hukum di RRC, yang tidak mungkin terjadi. Mereka tetap tunduk pada undang-undang tersebut serta undang-undang yurisdiksi mana pun di mana mereka beroperasi.”
“Dibiarkan belum terselesaikan, poin ini kemungkinan akan menjadi hambatan utama untuk penyelesaian perbedaan yang dimiliki TikTok dengan pemerintah AS,” beber Assoc Prof Chong.
Selain itu, AS memiliki kekhawatiran mengenai disinformasi, propaganda, dan keselamatan anak di platform tersebut.
Sebagai tanggapan, China pun telah menghapus akses ke platform Twitter dan mengeluarkan layanan Google serta Facebook dari perbatasannya.
Seorang peneliti senior di Institut Asia Timur NUS, Lim Tai Wei mengatakan, permasalahan larangan TikTok telah ada sejak Donald Trump menjadi presiden AS.
“Ini akan menambah masalah yang merupakan bagian dari pemisahan, hubungan seperti Perang Dingin antara kedua negara adidaya,” terang Wei.
Larangan TikTok kemungkinan akan semakin memajukan pemisahan teknologi antara AS dan China.
Sehingga dapat meningkatkan persaingan dari chip semikonduktor ke ranah digital. (spm/ads)