“Untuk itu KemenPPPA mendorong implementasi dan perubahan pada Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Termasuk juga penegasan tentang pelarangan iklan dan promosi rokok di RUU Kesehatan,” kata Rini.
Tidak hanya itu, Rini juga mengatakan, bahwa target penurunan prevalensi rokok di tahun 2024 adalah 8,7 persen.
Kemudian, jika anak masih terpapar iklan rokok melalui pesan-pesan yang mereka dapatkan lewat media, maka mereka akan lebih rentan untuk mengkonsumsi rokok di usia muda.
Strategi KemenPPPA
Adapun beberapa strategi yang rencananya akan diimplementasikan oleh KemenPPPA.
Diantaranya adalah melaksanakan kebijakan program yang dapat mengurangi paparan iklan tembakau di media cetak, elektronik, dan media sosial. Serta membuka layanan berhenti merokok baik melalui quickline atau layanan lainnya.
Rini mengatakan, bahwa penggunaan media sosial dapat menjadi panggung atau sarana tempat promosi yang memiliki dampak buruk. Khususnya mengenai penggunaan rokok kepada anak-anak.
“Penggunaan media sosial dan influencer untuk mempromosikan dampak buruk rokok. Serta layanan berhenti merokok dengan upaya inklusif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat juga perlu dilakukan. Karena anak-anak butuh figur di media sosial yang menjadi contoh bagi mereka untuk menjauh atau berhenti dari rokok,” ujarnya. (ala/ads)