ANDALPOST.COM – Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan tersangka yang merupakan seorang Hakim Yustisial pada Mahkamah Agung (MA). Diketahui Hakim Agung tersebut ditetapkan sebagai tersangka lantaran kasus suap.
Sebelumnya kasus suap ini telah menjerat dua Hakim Agung lain. Sayangnya, hingga sampai saat ini pihak KPK belum mengumumkan terkait sosok dari Hakim Agung tersebut.
Menurut Ali Fikri selaku selaku kepala bagian KPK bahwa satu orang telah resmi jadi tersangka.
“Saat ini KPK telah menetapkan satu orang hakim yustisial di MA sebagai tersangka,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dikutip dari Antara pada Senin (19/12/2022).
Penetapan ini dilakukan setelah KPK melakukan penyelidikan mendalam. Saat menyelidiki, mereka telah menemukan kecukupan alat bukti untuk melakukan pengembangan penyidikan.
Saat ini, nama tersangka masih disembunyikan dan baru akan diberitahukan ke publik ketika penyidikan dirasa cukup.
Setelahnya, KPK akan melakukan upaya penangkapan dan penahanan paksa. Mengenai kasus ini, KPK berharap mereka akan mendapatkan dukungan publik agar semuanya berjalan sesuai rencana.
“Tentu KPK sangat mengharapkan dukungan publik, sehingga penanganan penyidikan perkara ini tetap berjalan sesuai dengan ketentuan dan mekanisme hukum,” jelas Ali.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan seorang tersangka baru, yang merupakan hakim yustisial dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Dalam 10 nama yang ditetapkan terdapat enam diantaranya sudah diumumkan dan berstatus sebagai hakim, sedang sisanya pejabat kejaksaan.
Enam tersangka selaku penerima suap ialah Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara itu, empat tersangka selaku pemberi suap yaitu dua pengacara, yakni Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana. yakni Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Setelah dilakukan pengembangan penyidikan perkara tersebut, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Penitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten Gazalba, serta Redhy Novarisza (RN) selaku staf Gazalba. Mereka merupakan pihak penerima suap dalam kasus itu.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus perkara suap yang dilakukan oleh hakim memang sudah tidak asing lagi terjadi di Indonesia. Hal ini termasuk pelanggaran secara etik dan hukum, mengingat status Hakim Agung adalah sosok yang mengadili setiap tindak kejahatan di suatu negara.
Sering menjadi anggapan bahwa Hakim Agung adalah kepanjangan tangan dari Tuhan dalam memutuskan setiap hukuman dari tindak kejahatan. Sayangnya, KPK lebih jeli dalam melihat celah dan tidak terpengaruh dengan nama suci Hakim Agung.
(PAM/MIC)