ANDALPOST.COM — Lebih dari 1.300 orang ditangkap di Prancis pada malam keempat kerusuhan, sehingga Presiden Emmanuel Macron membatalkan perjalanan ke Jerman.
Kerusuhan tersebut menyebabkan remaja bernama Nahel M (17) tewas akibat luka tembak. Lantas kematian Nahel itu memicu kerusuhan nasional di Prancis.
Pemerintah pun Macron mengerahkan 45.000 petugas polisi serta kendaraan lapis baja untuk mengatasi kerusuhan. Hingga membuat Presiden Prancis itu menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman yang sebenarnya dimulai sejak Minggu (1/7/2023).
Sementara kementerian dalam negeri mengatakan 1.311 orang telah ditangkap. Sebelumnya, pihak berwenang setempat juga telah mengamankan 875 orang yang terlibat dalam kerusuhan.
Menteri Keuangan Bruno Le Maire mengatakan lebih dari 700 toko, supermarket, restoran, dan cabang bank telah dijarah. Bahkan dibakar habis sejak Selasa (27/6/2023).
Otoritas lokal di seluruh negeri mengumumkan larangan demonstrasi dan memerintahkan angkutan umum untuk berhenti beroperasi pada malam hari.
Korban Tewas
Nahel, seorang remaja keturunan Aljazair dan Maroko, ditembak oleh seorang petugas polisi saat berhenti lalu lintas pada hari Selasa di Nanterre, pinggiran Paris.
Beberapa ratus orang berbaris untuk memasuki masjid agung Nanterre, yang dijaga oleh para sukarelawan berbaju kuning. Sementara puluhan orang menyaksikan pemakaman Nahel dari seberang jalan.
Beberapa pelayat, menyilangkan tangan, mengatakan “Tuhan Maha Besar” dalam bahasa Arab, saat mereka membentang di bulevar dalam doa.
Salsabil, seorang wanita muda keturunan Arab, mengatakan ia datang untuk menyatakan dukungan bagi keluarga Nahel.
“Saya pikir penting kita semua berdiri bersama,” katanya.
Marie (60) mengatakan, ia telah tinggal di Nanterre selama 50 tahun dan selalu ada masalah dengan polisi.
“Ini benar-benar harus dihentikan,” ungkap Marie.
Penembakan remaja tersebut, yang terekam dalam video pun memicu kembali keluhan lama dari masyarakat miskin dan campuran ras tentang kekerasan polisi dan rasisme.
Tetapi Macron membantah ada rasisme sistemik di lembaga penegak hukum Prancis.
“Jika Anda memiliki warna kulit minoritas, polisi jauh lebih berbahaya bagi Anda,” kata seorang pemuda yang menolak disebutkan namanya, menambahkan bahwa ia adalah teman Nahel.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.