ANDALPOST.COM — Seorang mantan karyawan Tesla menyuarakan keprihatinan serius mengenai keamanan teknologi self-driving perusahaan tersebut.
Pernyataan ini memicu perdebatan baru mengenai kesiapan dan keandalan sistem penggerak otonom, khususnya yang dikembangkan oleh Tesla.
Pelapor, yang identitasnya masih dirahasiakan, mengklaim bahwa teknologi self-driving Tesla tidak cukup aman untuk digunakan secara luas.
Pernyataan ini telah mengintensifkan diskusi yang sedang berlangsung tentang tantangan dan risiko yang terkait dengan kendaraan tanpa pengemudi.
Pengungkapan ini terjadi di tengah kontroversi lain seputar Tesla.
Perusahaan tersebut baru-baru ini menghadapi gugatan diskriminasi rasial. Di mana juri federal memberikan ganti rugi hampir $3,2 juta (Rp 49 Miliar) kepada mantan pekerja kulit hitam di pabrik Tesla di Fremont di California.
Kasus ini, yang terjadi pada tahun 2017, menuduh Tesla menoleransi lingkungan kerja yang rasis. Putusan tersebut telah membuat etika tempat kerja Tesla dan komitmennya terhadap keberagaman dan inklusi menjadi sorotan.
Tesla Harus Diperiksa Lebih Ketat
Pertemuan dua peristiwa penting ini, yakni masalah keselamatan pelapor dan kasus diskriminasi rasial, telah menempatkan Tesla dalam pemeriksaan yang lebih ketat.
Sebagai pemimpin dalam kendaraan listrik dan teknologi penggerak otonom, praktik dan keputusan Tesla harus diawasi secara ketat oleh publik dan industri.
Menanggapi tuduhan keselamatan, Tesla telah menegaskan kembali dedikasinya terhadap keselamatan. Juga menyoroti proses pengujian dan pengembangan yang ketat untuk teknologi self-driving nya.
Perusahaan menyatakan bahwa sistem penggerak otonomnya siap digunakan dan menekankan manfaat keselamatannya.
Namun, pernyataan mantan karyawan tersebut menyoroti kompleksitas dan tantangan yang melekat dalam pengembangan dan penerapan teknologi canggih tersebut.
Permasalahan ini menimbulkan pertanyaan kritis mengenai laju inovasi di lapangan dan perlunya standar keselamatan yang ketat.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.