Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Mengenal KTT G7 Hiroshima, Apa Saja yang akan Dibahas?

Mengenal KTT G7 Hiroshima, Apa Saja yang akan Dibahas?
Ilustrasi pimpinan negara yang hadir dalam KTT G7 Hiroshima. (The Andal Post/Eeza Putri)

ANDALPOST.COM – Para pemimpin G7 bertemu di kota Hiroshima di selatan Jepang. Hal tersebut bertujuan untuk pertemuan puncak tahunan mereka dari 19-21 Mei mendatang, Kamis (18/5/2023).

Mereka diharapkan tidak hanya membahas ekonomi, tetapi juga politik, dan invasi skala penuh Rusia pada Februari 2022 ke Ukraina.

China yang kian tegas dalam klaimnya di Laut China Selatan yang disengketakan dengan Taiwan juga. Hal tersebut kemungkinan akan menjadi masalah seiring dengan uji coba senjata Korea Utara.

Berikut ini penjelasan mengenai KTT G7 di Hiroshima.

Apa itu KTT G7?

Kelompok Tujuh (G7) adalah kelompok informal demokrasi industri terkemuka tanpa sekretariat permanen atau status hukum.

KTT G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat (AS).

Grup ini didirikan sebagai G6, setelah krisis minyak tahun 1973 sebagai forum bagi negara-negara terkaya untuk membahas masalah ekonomi global. 

Negara-negaranya memiliki gabungan produk domestik bruto (PDB) tahunan mencapai puluah triliun dolar atau di bawah setengah ekonomi dunia.

Anggota pendiri mengadakan pertemuan puncak pertama mereka pada tahun 1975 di Prancis. Hal tersebut bertujuan untuk membahas cara mengatasi resesi mendalam yang mengikuti embargo oleh kartel produksi minyak OPEC

Kanada menjadi anggota ketujuh setahun kemudian.

Rusia bergabung untuk membentuk G8 pada tahun 1998, tetapi diusir setelah aneksasi Krimea oleh Moskow pada tahun 2014 silam.

Kepresidenan KTT berkisar antara tujuh anggota, dan tahun ini giliran Jepang menjadi tuan rumah. 

Pada 2024, Italia akan menjadi tuan rumah.

Dua perwakilan Uni Eropa (UE) juga bergabung, dan sudah menjadi kebiasaan dalam beberapa tahun terakhir. Bagi para pemimpin dari beberapa negara non-G7 dan organisasi internasional untuk ambil bagian dalam beberapa sesi.

Para pemimpin membahas berbagai isu, termasuk kebijakan ekonomi, keamanan, perubahan iklim, energi dan gender.

Apa yang bakal dibahas?

KTT itu terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyelesaikan perjalanan keliling Eropa. Ia berniat untuk bertemu dengan sejumlah pemimpin G7.

Perjalanan Zelensky ditujukan untuk membangun dukungan politik menjelang serangan balasan yang diantisipasi secara luas. Hal ini untuk merebut kembali tanah mereka serta mengamankan komitmen senjata baru.

Para pemimpin G7 diharapkan mengutuk keras perang Rusia di Ukraina sambil menjanjikan dukungan berkelanjutan mereka untuk Ukraina. 

Sehingga, Zelensky akan mengikuti sesi dalam KTT G7 secara virtual.

“Dukungan untuk Ukraina dan sanksi terhadap Rusia. Akan menjadi topik utama diskusi,” kata Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki dalam konferensi pers.

“Kami akan terus berkoordinasi erat dengan G7 dan komunitas internasional. Untuk meningkatkan efek sanksi guna mencapai tujuan akhir untuk mendorong penarikan Rusia,” sambung dia.

Selain itu, dalam forum andal itu juga akan membahas meningkatnya ancaman Beijing terhadap Taiwan.

Sebuah pulau demokrasi pemerintahan sendiri yang diklaim Beijing sebagai miliknya.

Mereka juga fokus pada cara-cara untuk mengurangi ketergantungan ekonomi dan rantai pasokan demokrasi Barat pada China.

Agenda Utama

Ketujuh pemimpin itu juga memberi isyarat bahwa penggunaan langkah-langkah perdagangan hukuman China. Langkah tersebut akan menjadi agenda utama pertemuan tiga hari tahunan mereka.

Penggunaan gerakan ekonomi koersif China telah menjadi masalah yang semakin memprihatinkan. Hal tersebut terlihat di Asia Pasifik dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir, dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Lituania. Semuanya menghadapi pembatasan perdagangan menyusul perselisihan dengan Beijing terkait berbagai masalah mulai dari asal-usul COVID- 19 pandemi ke Taiwan.

Untuk negara-negara berkembang, termasuk banyak bekas jajahan kekuatan Barat dengan beragam pandangan dan hubungan dengan Rusia dan China. G7 akan menawarkan lebih banyak dukungan di bidang kesehatan, ketahanan pangan, dan infrastruktur untuk membantu memperkuat hubungan yang lebih erat.

Negara-negara maju berjanji pada tahun 2009 untuk mentransfer Rp1 kuadraliun setiap tahunnya. Janji tersebut dilakukan antara tahun 2020 dan 2025 ke negara-negara rentan yang terkena dampak dan bencana terkait iklim. Namun target ini tidak pernah tercapai.

Negara kaya G7 berutang kepada negara miskin sekitar Rp193 kuadraliun dalam bantuan pembangunan yang belum dibayar. Ketujuhnya juga berutang dukungan dalam perang melawan perubahan iklim, menurut LSM Inggris Oxfam.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.