Pada tahun 2011, tsunami yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,0 membanjiri tiga reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi. Peristiwa ini dianggap sebagai bencana nuklir terburuk di dunia sejak Chernobyl.
Tak lama kemudian, pihak berwenang menetapkan zona eksklusi yang terus diperluas. Sebab radiasi bocor dari pembangkit tersebut, memaksa lebih dari 150.000 orang harus mengungsi dari daerah tersebut.
Isu pelepasan limbah ini telah terjadi sejak dua tahun lalu. Rencana pelepasan air dari pembangkit tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di seluruh Asia dan Pasifik sejak disetujui oleh pemerintah Jepang dua tahun lalu.
Kesepakatan ini ditandatangani oleh badan pengawas nuklir PBB pada bulan Juli, dan pihak berwenang menyimpulkan bahwa dampaknya terhadap manusia dan lingkungan dapat diabaikan.
Namun banyak masyarakat, termasuk nelayan di wilayah tersebut, khawatir bahwa pembuangan air yang telah diolah akan mempengaruhi mata pencaharian mereka.
Kerumunan pengunjuk rasa di Tokyo pada hari Selasa juga menggelar unjuk rasa di luar kediaman resmi perdana menteri. Di mana mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan pembebasan tersebut.
Operator pabrik Tepco telah menyaring air untuk menghilangkan lebih dari 60 zat radioaktif tetapi air tersebut tidak sepenuhnya bebas radiasi. Sebab masih mengandung tritium dan karbon-14-isotop radioaktif hidrogen dan karbon yang tidak dapat dengan mudah dihilangkan dari air. (paa/ads)