ANDALPOST.COM – Moderna mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dengan pemerintah China untuk meneliti, mengembangkan, dan memproduksi obat-obatan berbasis mRNA di negara tersebut, Rabu (05/07/2023).
Meskipun ketegangan antara AS dan China tengah meningkat, keduanya tetap memutuskan untuk melakukan kerja sama.
“Obat apa pun yang diproduksi di bawah perjanjian ini akan secara eksklusif diberikan untuk rakyat China … dan tidak akan diekspor,” kata seorang juru bicara melalui email sebagai tanggapan.
Namun, ia menolak mengomentari tentang berapa besar kesepakatan itu dan tidak segera memberikan perincian lainnya.
Outlet media China Yicai pertama kali melaporkan pada hari Selasa (04/07/2023), bahwa Moderna dijadwalkan untuk melakukan investasi pertamanya di China.
Investasi tersebut sekiranya dapat bernilai sekitar $1 miliar, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya. Outlet tersebut juga melaporkan bahwa CEO Moderna Stéphane Bancel sedang mengunjungi Shanghai.
Pihak berwenang, termasuk Sekretaris Partai Komunis China (Chinese Communist Party/CCP) Chen Jining bertemu dengan CEO perusahaan Stephane Bancel pada hari Rabu (5/7).
Pemerintah kota pusat keuangan Shanghai kemudian pada hari Kamis (06/07/2023) mengkonfirmasi penandatanganan perjanjian kerja sama yang strategis itu dengan Moderna.
“Kami berharap dapat mempercepat implementasi proyek Moderna … dan mempromosikan teknologi yang lebih canggih dan produk inovatif untuk mendarat di Shanghai,” papar Chen dalam pernyataannya.
Mengembangkan Sayap ke China
Pada bulan Mei, Moderna sempat mengatakan bahwa mereka sedang mencari peluang di China. Hal itu diucapkannya seusai mereka mendaftarkan badan hukum di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Perusahaan sebelum ini tidak ada di China. Akhir-akhir ini, Moderna baru membuka kantor di Hong Kong tahun lalu sebagai bagian dari ekspansi Asia.
Ekspansi ke China daratan terjadi karena pertumbuhan pendapatannya yang melambat tajam karena berkurangnya permintaan global untuk vaksin COVID-19.
Vaksin COVID-19 merupakan satu-satunya produk perusahaan tersebut yang diakui.
Moderna pada bulan Februari memperkirakan kemungkinan kerugian bersih untuk tahun 2023.
Saham Moderna sendiri telah kehilangan tiga perempat nilainya sejak mencapai level tertinggi sepanjang masa pada Agustus 2021.
Tahun ini disebutnya sebagai tahun transisi sebelum mulai melihat penjualan dari vaksin eksperimental untuk virus pernapasan syncytial (Respiratory Syncytial Virus/RSV) dan flu.
Vaksin tersebut, berdasarkan platform mRNA yang sama dengan suntikan COVID-nya, belum diajukan untuk keputusan persetujuan peraturan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.