Seruan untuk Mencabut UU Penodaan Agama
Amerika Serikat (AS) mengungkapkan keprihatinan atas insiden kekerasan tersebut. Washington pun mendesak Pakistan untuk menyelidiki serangan itu.
“Kami sangat prihatin bahwa gereja dan rumah menjadi sasaran dalam menanggapi laporan penodaan Alquran di Pakistan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Vedant Patel dalam konferensi persnya.
Beberapa organisasi HAM lokal dan internasional juga menentang kekerasan tersebut.
“Tidak ada ruang dalam Islam untuk kekerasan,” ucap Tahir Mahmood Ashrafi, Ketua Dewan Ulama Seluruh Pakistan.
Rehab Mahamoor, peneliti Asia Selatan untuk Amnesty International, bahkan meminta pihak berwenang untuk segera memastikan perlindungan komunitas Kristen minoritas di Jaranwala. Sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka.
Rabiya Javeri Agha, ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Pakistan, mengatakan insiden itu bukan satu-satunya serangan terhadap minoritas.
Pasalnya, kaum minoritas yang tergolong kelompok rentan telah terjadi berulang kali tanpa pelaku mendapat hukuman.
“Kami gagal melindungi minoritas agamanya. Membiarkan sayap kanan untuk menembus dan membusuk dalam masyarakat dan politik,” terang Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan.
Hujatan tetap menjadi salah satu topik paling sensitif di Pakistan, di mana tuduhan melakukan kejahatan saja dapat memicu kekerasan.
Kelompok hak asasi internasional dan lokal mengatakan bahwa tuduhan penistaan agama sering digunakan untuk menyelesaikan masalah pribadi. Lantas minoritas Pakistan sering menanggung bebannya. (spm/ads)