Rencana Shell yang Tidak Jadi Dijalankan
Pada bulan lalu, Shell mengumumkan bahwa perusahaan raksasa tersebut akan mempertahankan minyak dan gasnya hingga 2030.
Padahal sebelumnya, Shell sudah mengatakan bahwa mereka akan memangkas produksi sekitar 1-2% setiap tahunnya.
Sawan dianggap telah mundur dari tujuan iklim sederhana perusahaan, agar dapat mengambil keuntungan dari harga bahan bakar fosil yang menguntungkan, yang telah dipicu oleh perang di Ukraina.
Setelah invasi Rusia ke Ukraina, terdapat lonjakan harga yang membuat Shell memiliki keuntungan tahunannya lebih dari dua kali lipat/
Tercatat, keuntungan tahunan perusahaan pada tahun ini menjadi $40 miliar, dibandingkan dengan tahun 2021, yaitu sebanyak $19 miliar.
Harrison Alice, pemimpin kampanye di Global Witness memaparkan pendapatnya yang unik.
“Setelah satu tahun memecahkan rekor keuntungan £33 miliar, satu-satunya ‘bahaya’ yang akan dilihat Shell dalam pemotongan produksi adalah keuntungan mereka yang menggiurkan,” paparnya.
Ia pun menambahkan bahwa langkah yang diambil Shell merupakan langkah keliru, karena lebih mengedepankan keuntungan dibandingkan manfaat untuk planet bumi.
“Apakah dibutakan oleh tanda pound atau sengaja tidak tahu, CEO Shell salah. Mengakhiri ketergantungan kita pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi hijau akan bermanfaat bagi planet ini dan memberikan keamanan energi untuk semua,” katanya.
“Shell sekali lagi memperjelas loyalitas mereka – keuntungan atas manusia dan planet,” tutupnya. (ala/rge)