Pernyataan yang disampaikan oleh pihak Kementerian Luar Negeri Arab Saudi akan dilakukan pada pukul 6 pagi waktu setempat pada Minggu.
Lebih lanjut, negara mediator itu mengatakan, “kedua belah pihak sepakat bahwa selama periode gencatan senjata mereka akan menahan diri dari pergerakan dan serangan, penggunaan pesawat tempur atau pesawat tanpa awak, pengeboman artileri, penguatan posisi, pasokan pasukan, atau menahan diri dari upaya mencapai keuntungan militer,” katanya.
“Mereka juga setuju untuk mengizinkan (warga sipil) bebas bergerak dan menerima pengiriman bantuan kemanusiaan ke seluruh wilayah di Sudan,” lanjut pihak Arab Saudi.
Konflik dan Korban
Komandan SAF, Abdel Fattah al-Burhan diketahui telah memerangi pasukan bersenjata RFS sejak 15 April yang dipimpin oleh mantan wakilnya, yakni Hamdan Daglo. Pertikaian itu bermula setelah keduanya jatuh dalam perebutan kekuasaan.
Akibat dari pertikaian tersebut, PBB mengatakan Sudan telah mencapai rekor dengan 25 juta orang yang merupakan lebih dari setengah populasi membutuhkan bantuan darurat.
Menurut saksi mata, serangan udara yang terjadi di beberapa wilayah tersebut semakin meningkat. Bahkan sebelum upaya Arab Saudi menerapkan gencatan senjata.
Diketahui bahwa ratusan kilometer di Khartoum Barat dan Darfur Barat memiliki lebih dari 1,100 warga sipil yang tewas.
Diantara korban tersebut termasuk gubernur Darfur Barat, Khamis Abdallah Abakar yang dibunuh akibat mengkritik pasukan RFS.
Lebih lanjut, lebih dari 600 warga telah terluka akibat luka tembak, dan sekitar 149.000 orang pindah ke perbatasan Chad.
Melalui insiden ini, Organisasi Migrasi Internasional mengatakan 528.00 orang memaksa untuk mengungsi ke negara-negara tetangga setelah RFS kembali melakukan tradisi Janjaweed (milisi brutal pasukan Arab) mereka. (zaa/ads)