Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Persediaan Makanan di Gaza Hampir Habis di Tengah Serangan Israel

Anak-anak pengungsi Palestina, yang meninggalkan rumah mereka di Jalur Gaza utara karena pemboman militer Israel yang intens, memegang kontainer saat mereka menunggu makanan di Khan Younis pada 11 November 2023 (Foto: Mahmud Hams/AFP)

ANDALPOST.COM — Di tengah gencarnya serangan Israel, persediaan makanan di Gaza kian menipis, Sabtu (18/11/2023).

Seorang warga bernama Sama Rabie bertanya-tanya bagaimana ia akan memberi makan 15 orang yang tinggal bersamanya. Ia menjadi tuan rumah bagi teman-teman sang suami serta keluarga mereka sendiri yang mengungsi dari Kota Gaza.

Ia pun terus berjuang untuk mendapatkan bahan-bahan pokok seperti roti.

“Saya pergi ke salah satu mal untuk membeli beberapa barang, tapi saya tidak menemukan apa pun,” kata pria berusia 28 tahun ini.

Rak-raknya kosong, tanpa gula, kacang-kacangan, keju, atau produk susu lainnya.

“Yang ada hanya minyak goreng,” kata Rabie, sambil menunjukkan bahwa harga pangan telah meningkat tiga kali lipat sejak perang dimulai.

“Kami kekurangan banyak bahan makanan pokok, seolah-olah semuanya diatur sedemikian rupa sehingga selain tidak memiliki listrik atau air, kami juga akan kelaparan,” imbuhnya.

Karena kekurangan roti, keluarga dan teman-teman mereka bergantung pada memasak pasta serta nasi. Namun persediaan makanan tersebut juga cepat habis.

“Saya hanya khawatir tentang bagaimana kami akan saling memberi makan setelah dua atau tiga hari, dan apa yang akan kami jalani di hari-hari sulit yang semakin mencekik kami,” kata Rabie.

Hasil Pertanian Juga Hancur

Mahmoud Sharab, juga warga Khan Younis, mengatakan meskipun merasa kecewa dengan kenaikan harga, ia tidak menyalahkan pedagang atas inflasi yang terjadi pada sayuran.

Pekerja PBB dan Bulan Sabit Merah menyiapkan bantuan untuk didistribusikan kepada warga Palestina di gudang UNRWA di Deir el-Balah, Jalur Gaza (Foto: Hassan Eslaiah/AP)

“Pertanian mereka telah dihancurkan oleh pemboman Israel yang terus-menerus,” kata pria berusia 35 tahun itu. 

“Mereka tidak dapat mempertahankan hasil pertanian mereka,” terangnya.

Sharab keluar setiap hari menjelajahi toko-toko dan pasar untuk mencari makanan, dengan harapan setidaknya bisa menemukan makanan kaleng dan biji-bijian.

“Saya tidak dapat menemukan apa pun,” katanya.

“Saya harus bertanya kepada orang-orang apakah mereka punya tambahan kacang kalengan atau daging agar saya bisa membelinya untuk keluarga saya.”

“Apa yang dilakukan Israel adalah perang kelaparan bagi warganya, dan kebijakan ini membuat takut banyak orang termasuk anak-anak juga,” bebernya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.