ANDALPOST.COM — Sejumlah pihak yang terlibat dalam konflik berkepanjangan di Sudan, untuk pertama kalinya bertemu guna membahas solusi demi mengakhiri pertempuran.
Pertemuan yang digelar pada Sabtu (6/5) tersebut diprakarsai oleh Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi.
Kedua negara itu menyambut baik dimulainya pembicaraan pra-negosiasi di kota pesisir Jeddah Saudi. Antara tentara Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter dan mendesak pihak yang berperang untuk secara aktif terlibat dan mencapai kesepakatan serta gencatan senjata abadi.
Pasalnya, konflik yang pecah sejak pertengahan April itu telah menelan ratusan korban jiwa.
Inisiatif AS-Saudi di Jeddah adalah upaya serius untuk mengakhiri pertempuran yang telah membahayakan. Setelah bertahun-tahun kerusuhan dan pemberontakan.
Pasukan Kebebasan dan Perubahan Sudan yang berencana untuk memindahkan Sudan ke pemerintahan sipil juga turut menyambut negosiasi tersebut.
Gerakan pro-demokrasi mengatakan, diskusi akan menjadi langkah pertama untuk menghentikan keruntuhan negara dan meminta para pemimpin militer. Serta RSF membuat keputusan tegas guna mengakhiri pertempuran.
Mengonfirmasi kehadiran kelompoknya, pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo atau dikenal Hemedti mengatakan, ia berharap pembicaraan akan mencapai tujuan yang dimaksudkan untuk mengamankan perjalanan bagi warga sipil.
“Kami tetap berharap bahwa diskusi akan mencapai tujuan yang dimaksudkan,” terang Hemedti.
Sedikitnya 550 orang tewas, termasuk warga sipil, dan lebih dari 4.900 orang terluka pada Senin (1/5), menurut Kemenkes Sudan.
Konflik meletus pada 15 April antara tentara Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan RSF Hemedti menyusul runtuhnya rencana yang didukung internasional untuk transisi dengan partai-partai sipil.
Al-Burhan, seorang perwira militer karir, mengepalai dewan penguasa yang dibentuk setelah kudeta militer tahun 2021. Lalu pencopotan penguasa lama Omar al-Bashir tahun 2019, sementara Hemedti menjadi wakilnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.