Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Pinjol Semakin Gemar Digunakan oleh Masyarakat Indonesia

Pinjol semakin digemari dan digunakan oleh masyarakat Indonesia. (Design by @jauhras)

ANDALPOST.COM – Pada Oktober 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pinjaman fintech lending atau pinjol hingga mencapai Rp18,72 triliun. Jika dibandingkan dengan total bulan sebelumnya sebesar Rp19,49 triliun, jumlah ini turun 3,93 persen.

Apabila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, angkanya 37,56 persen lebih tinggi. Total pinjaman fintech lending yang disalurkan pada Oktober 2021 sebesar Rp13,61 triliun.

Pada Oktober 2022, jumlah penerima andal pinjaman dari fintech lending sebanyak 14,12 juta organisasi. Sebagian besar peminjam berasal dari Jawa Barat, berjumlah 3,89 juta entitas dengan total nilai pinjaman sebesar Rp4,56 triliun.

Disusul DKI Jakarta dengan 3,01 juta peminjam dan Rp4,82 triliun nilai pinjaman. Kemudian, ada 1,59 juta peminjam di Jawa Timur dengan total nilai pinjaman Rp2,51 triliun.

Selain itu, penyaluran kredit ke sektor produktif mencapai Rp8,30 triliun pada Oktober 2022. Jumlah ini mewakili 44,31 persen dari seluruh jumlah pembiayaan fintech.

Nilai penyaluran kredit ke sektor produktif turun 11,01 persen dari Rp9,32 triliun pada bulan sebelumnya.

Sementara itu, perdagangan besar dan ritel, perbaikan, serta perawatan mobil dan motor menerima pinjaman pembiayaan fintech terbanyak dengan total Rp2,71 triliun.

Industri penyediaan penginapan dan penyediaan makanan dan minuman yang mendapat pinjaman Rp1,05 triliun mengikuti sudut pandangnya.

Meningkatnya jumlah pinjaman online ini sejalan dengan melonjaknya kredit macet di pinjaman online. Diketahui gelombang pinjaman internet yang salah (pinjol) telah mencapai Rp5 triliun yang mengejutkan, mendorong diskusi terbuka tentang masalah ini.

Direktur Eksekutif Maucash sekaligus Ketua Klaster Multiguna AFPI, Rina Apriana, telah menyebutkan sejumlah penyebab macetnya pinjaman online. Harga bahan bakar minyak menjadi salah satu faktornya.

“Tak sedikit customer atau peminjam terdampak ekonomi, sehingga gagal bayar di cicilan selanjutnya, sebetulnya pada saat akuisisi awal kondisi customer masih baik,” ungkap Rina kepada reporter CNN, Kamis (08/12/2022).

Kenaikan suku bunga dan kenaikan harga BBM, keduanya dipengaruhi kondisi global dan pandemi Covid-19, berdampak pada kesehatan keuangan peminjam dana, katanya.

Faktor lain dari kinerja yang kurang optimal dalam prosedur restrukturisasi pinjaman adalah perlunya mendapatkan izin penyandang dana untuk melanjutkan reorganisasi.

Selain itu, tidak ada jaminan atau garansi, oleh karena itu tidak ada cara untuk mengoptimalkan penagihan.

Per Oktober 2022, total pinjaman online (pinjol) tercatat sebesar Rp49,335 triliun, menurut statistik fintech dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tapi, sekitar Rp5 triliun terjebak dalam kredit macet, oleh karena itu menjadi perhatian pihak-pihak terkait.

Secara khusus, utang yang lebih dari 30 hari lewat jatuh tempo telah menumpuk hingga Rp3,592 triliun. Sementara itu, kredit bermasalah dengan keterlambatan pembayaran 90 hari mencapai Rp1,428 triliun.

Diketahu bahwa sekitar dua juta peminjam individu dan korporasi dengan rekening terbuka berkontribusi pada status tidak lancar portofolio pinjaman.

Sementara itu, pinjaman macet bersumber dari 544 ribu akun peminjam aktif, yang sebagian besar adalah individu daripada bisnis.

Sedangkan, Rp44,313 triliun adalah jumlah maksimum yang bisa hilang dari pinjaman yang dianggap “lancar” atau mengalami penundaan hingga 30 hari.

(AZI/MIC)