Kontroversi Pemilu
Kekerasan pun kian parah pada Senin (29/5/2023) usai ketegangan terjadi selama berbulan-bulan di Kosovo utara, karena pemilihan lokal yang kontroversial.
Pada 5 November 2022, empat walikota dari partai Daftar Serbia secara kolektif mengundurkan diri.
Mereka mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap masalah plat nomor mobil.
Kosovo selama bertahun-tahun menginginkan orang Serbia yang tinggal di utara untuk mengganti plat nomor Serbia mereka dengan pelat yang dikeluarkan ibu kota Kosovo, Pristina.
Pada bulan Juli tahun lalu, pemerintah Kosovo mengumumkan waktu selama dua bulan di mana plat harus diubah. Namun, harus tertunda, setelah protes melanda negara tersebut.
Ketika tanggal baru tiba pada bulan November, empat walikota etnis Serbia mengundurkan diri. Bersama bersama dengan hakim setempat dan sekitar 600 petugas polisi.
Kemudian, Kurti meminta pilkada ditunda hingga bulan April 2023.
Namun, Presiden Serbia Aleksandar Vucic meminta warga di wilayah tersebut untuk memboikot pemilu.
Ia mengatakan, mereka seharusnya tidak lagi mentolerir penduduk asing.
Bahkan, Serbia mendukung boikot, membiarkan kandidat etnis Albania mencalonkan diri tanpa tantangan.
Setelah jajak pendapat ditutup, pejabat pemilihan mengatakan hanya sekitar 1.567 orang yang telah memberikan suara di empat kota mayoritas Serbia.
Jumlah pemilih hanya 3,5 persen menurut media lokal.
Di Zvecan, tempat kekerasan hari Senin, walikota Albania memenangkan pemilihan dengan hampir tidak lebih dari 100 suara. Memicu seruan bahwa otoritasnya tidak sah.
“Jumlah pemilih cukup rendah karena tekanan, pemerasan, dan ancaman dari Beograd kepada semua warga negara Serbia dan khususnya mereka yang berencana mencalonkan diri,” kata Kurti.
“Sekarang kita punya empat walikota yang legitimasinya rendah. Tapi, bagaimanapun, tidak ada orang yang lebih sah dari mereka. Kita harus memiliki supremasi hukum. Kami adalah republik yang demokratis,” jelas dia. (spm/ads)