Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Polemik Larangan Menjual Rokok Eceran Disebut Rugikan Pedagang

Larangan menjual rokok eceran atau ketengan menjadi polemik karena disebut merugikan pedagang. (Sumber: Konferensi Pers)

ANDALPOST.COM – Wacana soal larangan menjual rokok eceran di masyarakat oleh pemerintah menciptakan polemik. Sebelumnya wacana larangan menjual rokok eceran ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo beberapa pekan lalu.

Wacana ini disampaikan seiring dengan naiknya tarif bea cukai rokok yang baru berlaku di awal tahun 2023.

Larangan menjual rokok eceran oleh pemerintah tidaklah main-main, mengingat aturan sudah tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 tahun 2022 tentang Program Penyusunan Pemerintah Tahun 2023.

Adapun aturan tersebut sejatinya sudah ditandatangani sejak 23 Desember silam oleh Presiden Joko Widodo. Alasannya pemerintah melarang penjualan eceran karena rokok membahayakan kesehatan.

Bahaya rokok yang tinggi ini telah membuat pemerintah mengubah Keppres dan memasukkannya dalam bahan yang mengandung zat adiktif.

7 Poin Aturan Penggunaan Tembakau

Nantinya terdapat tujuh poin yang akan mengatur penggunaan tembakau, salah satunya larangan menjualnya secara eceran.

Larangan ini kemudian menjadi salah satu bentuk upaya untuk membatasi peredaran zat adiktif di masyarakat. Namun di satu sisi, kebijakan ini menjadi bumerang bagi para pedagang yang menjajakan rokok eceran.

Hal ini dapat terjadi karena rokok eceran menjadi pundi-pundi penghasilan bagi para pedagang. Terutama karena mereka dapat menjual rokok dengan harga murah tanpa perlu menjual satu bungkus.

Hal ini langsung kemudian disetujui oleh Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburrohman pada Minggu (1/1/2023). Ia mengatakan bahwa dirinya kurang sepakat dengan kebijakan tersebut.

Menurutnya, kebijakan ini akan memiskinkan pedagang, terutama jika dilakukan di tengah melemahnya daya beli masyrakat setelah era pandemi.

“Pembatasan akses untuk mendapatkan rokok pasti akan berdampak kepada penjualan. Kami memperkirakan, jika aturan ini diberlakukan, omzet kami bisa menurun lebih dari 30 persen,” ujarnya dalam konferensi pers (1/1/2023).

Pasalnya rokok adalah penyumbang kontribusi terbesar pendapatan para pedagang saat ini. Bahkan komposisinya bisa mencapai 30-50 dengan bahan pokok.

Maka dari itu, menurutnya kebijakan tersebut akan berdampak tidak hanya kepada para pedagang rokok eceran, tetapi juga ke seluruh pedagang di Indonesia.

Saat ini, APPSI sedang mewakili suara para pedagang dari 1.200 kepengurusannya di seluruh pasar yang tersebar di Indonesia.

Melihat data tersebut, APPSI menyebutkan bahwa pasar nantinya dapat menjadi bagian kreatif dan penopang perekonomian untuk UMKM dalam negeri.

Jelas jika sektor rokok melemah, maka kemungkinan UMKM juga akan merasakan dampaknya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.