Kendati China memposisikan diri sebagai pihak netral, namun Xi Jinping tidak pernah mengecam invasi Rusia ke Ukraina.
Justru baru-baru ini, Xi berkunjung ke Moskow untuk menegaskan hubungannya dengan Vladimir Putin.
Sayangnya, Xi Jinping hingga kini belum juga melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Resolusi Macron
Macron yang didampingi oleh ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen menuturkan, bahwa ia ingin mempersatukan Eropa, terlebih Ukraina.
Sehingga, Macron melakukan kunjungan ke China demi mewujudkan resolusi tersebut.
Namun, Nicholas Bequelin dari Paul Tsai China Center di Yale Law School mengatakan, bahwa tidak biasa bagi Macron dan von der Leyen untuk melakukan perjalanan ke Beijing bersama dan justru membingungkan.
“Ada dua pesan yang datang dari Eropa saat ini: satu yang berdamai yang mencoba melihat China sebagai mitra ekonomi yang telah ada selama beberapa dekade terakhir, dan sebagai negara adidaya masa depan yang tak terelakkan yang entah bagaimana harus diakomodasi,” terang Bequelin.
“Dan kemudian ada garis yang jauh lebih keras yang melihat China sebagai saingan strategis, bahaya bagi tatanan dunia dan perlu diatasi,” imbuhnya.
Beberapa analis menyarankan, Macron dan von der Leyen dapat mengadopsi peran polisi baik dan jahat di Beijing dengan orang Prancis mempromosikan pengaturan ulang hubungan antar sejumlah pihak.
“Kunjungan Macron diharapkan dapat menghasilkan hasil nyata dalam memajukan kerja sama ekonomi dan perdagangan antara China dan Prancis. Serta untuk meningkatkan rasa saling percaya politik,” tulis outlet media pemerintah Global Times.
“Perlu dicatat bahwa berbagai kekuatan di Eropa dan AS sangat memperhatikan kunjungan Macron dan memberikan pengaruh ke berbagai arah. Dengan kata lain, tidak semua orang ingin melihat kunjungan Macron ke China berjalan lancar dan sukses,” imbuhnya.
Di luar pembicaraan tentang Ukraina, perjalanan Macron memiliki komponen ekonomi yang penting lantaran pemimpin Prancis itu ingin memperkuat kemitraan perdagangan. (spm/ads)