Beberapa perusahaan yang melacak data tersebut mengatakan, bahwa ekspor minyak Iran mencapai level tertinggi. Dalam kurung waktu dua bulan terakhir pada tahun 2022. Lantas menjadi awal yang kuat hingga tahun 2023.
Bersamaan dengan Rusia, China juga mengisyaratkan mendukung upaya Iran untuk bergabung dengan kelompok BRICS yang kuat. Dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.
Kesepakatan Nuklir
Diketahui, China telah menandatangani kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dengan kekuatan dunia yang mencakup Rusia, AS, Inggris, Prancis, dan Jerman.
Raisi yang didampingi Ali Bagheri Kani, negosiator nuklir negara itu, juga telah melakukan pembicaraan dengan Barat. Tujuannya untuk memulihkan kesepakatan.
Sayangnya, pembicaraan yang dimulai pada awal 2021 itu masih menemui jalan buntu. Sehingga, pembicaraan tentang Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) menjadi bagian penting dari kunjungan Raisi ke China.
AS secara blak-blakan mengatakan bahwa pembicaraan nuklir saat ini bukan prioritas. Terlebih di tengah dugaan pasokan drone Teheran ke Rusia guna melawan Ukraina.
Namun, Iran justru menuding AS munafik karena mengklaim kabar itu secara sepihak.
Di sisi lain, kunjungan Raisi juga dilakukan tak lama setelah Teheran memanggil duta besar China pada bulan Desember lalu.
Kunjungan tersebut guna menyampaikan ketidakpuasan, usai Jinping mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan para pemimpin negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC).
Kala itu, Xi menandatangani pernyataan, yang menyerukan untuk mempertanyakan kepemilikan Iran atas tiga pulau di Selat Hormuz. Selain mengangkat poin tentang kehadiran regional Iran dan program nuklir.
Sementara itu, Raisi dan Xi pertama kali bertemu sebagai presiden di sela-sela KTT Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Uzbekistan pada bulan September tahun lalu. (spm/ads)