Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Pulau Nauru Bersiap untuk Penambangan Laut Dalam di Tengah Kontroversi Iklim

Beberapa bisnis telah bergabung dengan aktivis lingkungan untuk mengecam ide kontroversial penambangan laut dalam. (Foto: Gustavo Graf/Reuters)

ANDALPOST.COM — Nauru merupakan sebuah pulau Pasifik kecil berukuran 4.000 km (2.485 mil) di lepas pantai Australia.

Pulau tersebut sangat kecil sehingga tidak memiliki ibu kota dan hanya ada satu jalan.

Meski sangat kecil, Nauru dihuni sekitar 12.000 orang yang berada di jantung konflik pertambangan dasar laut dunia untuk mineral berharga.

Konflik tersebut menimbulkan perbedaan pandangan tentang cara mengatasi perubahan iklim

Pemerintah Nauru melihat logam tanah sebagai komponen kunci dalam transisi energi hijau. 

Namun, para ahli konservasi berpendapat bahwa menambang dasar laut akan mengancam ekosistem laut yang vital.

Penambangan laut dalam melibatkan pengangkatan nodul poli-logam dari dasar laut dan menyalurkannya ke kapal di permukaan air.

Nodul tersebut mengandung tembaga, litium, dan elemen berharga lainnya.

Para pendukung praktik kontroversial berpendapat penambangan terestrial akan segera gagal memenuhi permintaan logam. Terutama kobalt dan nikel yang berfungsi untuk memastikan peralihan dari bahan bakar fosil.

Menurut Badan Energi Internasional, lonjakan teknologi baterai pada mobil listrik, panel surya, dan turbin angin, yang dihasilkan dari dorongan untuk memenuhi Perjanjian Iklim Paris, akan membuat permintaan mineral global meningkat empat kali lipat pada tahun 2040.

“Transisi energi hijau akan membutuhkan kapasitas penyimpanan yang sangat besar,” kata Jeroen Hagelstein dari Allseas, kontraktor bawah laut Swiss, Minggu (9/7/2023).

“Logam di dasar laut dapat membantu memenuhi kebutuhan tersebut.”

“Penambangan laut juga meninggalkan jejak karbon yang lebih kecil daripada di darat, dengan lebih sedikit dampak pada manusia,” terangnya.

Tetapi, para pemerhati lingkungan memperingatkan penambangan laut dapat menimbulkan ancaman eksistensial terhadap ekosistem laut yang rapuh. Seperti cacing polychaete, gurita dumbo, dan karang zona senja berisiko dikeruk.

Pencemaran

Kebisingan industri di perairan dalam juga akan mendistorsi komunikasi di antara paus, memicu kesulitan dan mengganggu pola makan sang hewan.

Selain itu, gumpalan sedimen yang dicampur dengan logam beracun dapat naik dari kendaraan dasar laut, mencemari rantai makanan laut.

“Habitat laut dalam sebagian besar tidak diketahui. Kami tahu bahwa mereka membutuhkan waktu ribuan tahun untuk berevolusi dan membutuhkan beberapa detik untuk dihancurkan. Siapa yang tahu berapa lama untuk membangun kembali ekosistem yang dinamis setelah penambangan selesai?” tanya Jessica Battle, pakar senior kebijakan laut global di World Wide Fund for Nature (WWF).

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.