ANDALPOST.COM – Saham-saham nan andal menguat, sementara Dolar merosot pada Kamis (10/11/2022). Hal ini akibat berita tentang inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah, sehingga meredupkan ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve yang lebih agresif.
Indeks harga konsumen (CPI) yang merupakan ukuran utama inflasi naik pada laju tahunan sebesar 7,7 persen pada Oktober lalu.
Kenaikan tersebut, di bawah ekspektasi analis dan penurunan dari tingkat 8,2 persen yang tercatat pada bulan September.
Dolar jatuh lebih dari 4 persen terhadap Yen, sementara Pound melonjak 3,2 persen terhadap greenback dan euro naik 2 persen.
Sementara itu, saham Wall Street melonjak, dengan Dow berakhir 3,7 persen lebih tinggi dengan lompatan hampir 1.200 poin.
S&P 500 yang lebih luas melonjak 5,5 persen dan indeks Nasdaq Composite yang sarat teknologi melonjak 7,4 persen.
“Saya tidak ingat pernah melihat Nasdaq naik 7 persen, dan saya telah mengamati pasar selama lebih dari 50 tahun,” Peter Cardillo dari Sparta Capital Securities mengatakan kepada AFP, dikutip dari CNA.
Suku Bunga dan Saham
Analis AvaTrade Naeem Aslam juga turut angkat bicara mengenai hal itu.
“Inflasi akhirnya mulai turun seperti batu karang di AS dan ini adalah berita terbaik yang bisa diharapkan siapapun,” terang Aslam.
Naeem Aslam juga mengharapkan bahwa The Fed tetap melanjutkan kenaikan suku bunga, kendati pada kecepatan yang lebih lambat.
Suku bunga pinjaman acuan The Fed saat ini berada di antara 3,75 hingga 4,0 persen, tertinggi sejak Januari 2008 silam.
Investor telah mengamati tanda-tanda bahwa pembuat kebijakan Fed akan beralih dari kenaikan agresif 0,75 poin persentase atau menghentikannya.
Matt Weller dari StoneX mengatakan bahwa, setelah pembacaan inflasi yang lebih lemah, para pedagang sekarang memperkirakan sebuah kemungkinan.
Di mana, 80 persen bahwa Fed akan bergeser ke kenaikan suku bunga 0,50 poin persentase dan sekarang melihat tingkat memuncak di bawah 5,0 persen.
“Ada optimisme bahwa penjualan terburuk mungkin ada di belakang kita,” di pasar ekuitas, yang turun tajam tahun ini,” ujar Matt.
COVID-19 dan Kripto
Selanjutnya, pasar saham juga tengah bergulat dengan dampak strategi nol-COVID yang diterapkan oleh China.
Hal ini membuat rantai pasokan serta aktivitas melambat karena penerapan lockdown yang ketat dan kebijakan lainnya.
“Permintaan domestik China lemah dan mitra dagang utama mereka memasuki wilayah resesi,” kata Edward Moya dari kelompok perdagangan OANDA.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.