ANDALPOST.COM – Pada Selasa (08/08/2023) sebuah laporan yang dilakukan oleh Independent Investigative Mechanism for Myanmar (IIMM) menjelaskan pelanggaran hukum internasional oleh Militer Myanmar.
Laporan tersebut menjelaskan bagaimana para pasukan Militer yang sedang berkuasa melakukan tindakan pemerkosaan hingga eksekusi masal.
Melalui laporan IIMM tersebut dapat menjadi sebuah bukti yang kuat bahwa kejahatan yang menggulingkan Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.
Penggulingan pemerintahan Aung San Suu Kyi oleh para pasukan militer tentunya sangat menghebohkan kawasan Asia Tenggara.
Yang dimana, kepemimpinan militer Junta yang memiliki niat untuk menguasai atau mengambil alih pemerintahan Myanmar.
Kejahatan Perang
IMMM mengatakan bahwa telah didapati setidaknya tiga kejahatan perang yang dilakukan oleh Militer junta di Myanmar.
Salah satu diantaranya adalah penyerangan yang tidak proporsional dan secara membabi buta kepada masyarakat sipil.
Selain itu, terdapat pula pemboman udara yang dilakukan di Sagaing pada April 2023 yang lalu menewaskan setidaknya 115 orang.
Lebih parah lagi, terdapat pula perlakuan eksekusi massal pada para penduduk Myanmar hingga melakukan penahanan pada penduduk sipil.
Kejahatan kekuasaan pasukan militer juga melakukan pembakaran rumah dan bangunan sipil yang disengajai secara besar-besaran.
Laporan tersebut dikonfirmasi oleh Kepala IIMM, Nicholas Koumjian, yang menjelaskan hasil laporan mereka terhadap situasi terkini di Myanmar.
“Bukti kami menunjukkan peningkatan dramatis dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di negara ini, dengan serangan yang meluas dan sistematis terhadap warga sipil,” ujar Nicholas.
“Kami sedang membangun berkas kasus yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku individu,” tambah Kepala IIMM itu.
Pengakuan Militer Myanmar
Diketahui bahwa laporan terkait perilaku yang mengancam warga sipil dalam laporan IIMM, telah dibenarkan oleh pihak Militer Myanmar.
Militer Myanmar mengatakan telah melakukan pemboman udara, mereka mengatakan bahwa penyerangan dilakukan pada gedung sekolah dan biarawan.
Tindakan penyerangan yang dilakukan, dengan alasan perilaku penolakan terhadap pihak militer yang sedang berkuasa.
Akan tetapi dalam laporan IIMM menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah keputusan yang tidak mempertimbangkan situasi.
Yang dimana, menurut IIMM, militer seharusnya mempertimbangkan masyarakat sipil yang berada di sekitar target serangan.
Hukum Internasional
Tentunya dari laporan yang dikeluarkan oleh IIMM dengan perilaku kejahatan perang adalah bentuk pelanggaran di bawah hukum internasional.
Hal tersebut merujuk pada peraturan di bawah hukum internasional yang menjelaskan situasi ini harus ditanggung jawab oleh komandan pasukan secara pidana.
Dikarenakan dalam yurisdiksi tersebut mengatakan bahwa komandan pasukan memiliki tanggung jawab penuh dalam mencegah, menghukum, hingga pengambilan keputusan.
Dikarenakan hal tersebut IIMM mengatakan bahwa perbuatan kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Myanmar merupakan niat sebenarnya.
Hal tersebut dikarenakan pihak militer cenderung mengabaikan kejahatan serupa dan hal tersebut diindikasikan merupakan perintah yang diinginkan komandan militer.
Selain itu terdapat pula kekerasan berbasis gender yang menjadi salah satu fokus penyelidikan yang dilakukan oleh IIMM
“Kejahatan seksual dan berbasis gender adalah salah satu kejahatan paling keji yang sedang kami selidiki,” kata Nicholas.
Lebih lanjut bukti IIMM akan ditindaklanjuti di Pengadilan Kriminal Internasional, Mahkamah Internasional, dan di Argentina. (ben/fau)