Konflik Iran-Arab Saudi
Berdasarkan catatan sejarah, bermulanya penutupan kedutaan besar kedua pihak negara disebabkan oleh Riyadh yang lebih dulu memutus hubungan diplomatik dengan Tehran pada tahun 2016. Hal tersebut lantaran demonstrasi massa yang menyerbu kantor perwakilannya untuk memprotes eksekusi pemimpin Iran.
Pasalnya, massa tidak setuju dengan keputusan Arab Saudi yang mengeksekusi pemimpin Syiah di negara yang memiliki ideologi berbeda. Iran menganggap Arab Saudi telah melampaui batas dengan keputusan tersebut, bersamaan dengan ideologi Sunni dalam kerajaannya.
Akibat dari eksekusi mati pemimpin Iran tersebut kedua negara telah membangkitkan dua kekuatan besar di dalam regional Timur Tengah. Kekuatan besar yang dimiliki oleh Iran maupun Arab Saudi telah menciptakan kekacauan dan mengancam keamanan regional dengan konflik yang semakin memanas.
Namun, sejak China menjadi penengah kedua negara tersebut dan membuat kesepakatan untuk memperbaiki hubungan diplomatik. Negara-negara di Timur Tengah mulai beradaptasi dengan cara kepemimpinan Arab Saudi.
Hal ini memaksa negara-negara di Timur Tengah untuk ikut menormalisasikan dan memperbaiki hubungan dengan Suriah.
Kepemimpinan Arab Saudi dalam menghimbau negara-negara di Timur Tengah sekaligus untuk menerima kembali Presiden Suriah Bashar al-Assad. Hal ini lantaran mereka telah mengucilkan al-Assad lantaran pertempuran di tahun 2011 yang mengakibatkan perang saudara selama satu dekade.
Pada akhirnya, Arab Saudi juga telah memperbaiki hubungannya dengan Houthi yang merupakan oposisi di Yaman dalam perebutan dukungan sejak bergulirnya Arab Spring pada tahun 2015 hingga saat ini. (zaa/rge)