Potensi Pencucian Uang
Namun, hal itu tidak lantas membuat kecurigaan Mahfud berhenti. Ia berasumsi bahwa dana 300 triliun itu adalah model pencucian uang yang potensial dilakukan dalam internal Kemenkeu dan DJP.
Skema tersebut lantas dianalogikan oleh Mahfud MD secara sederhana.
“Misalnya saya korupsi lalu di belakang ini ada istri saya punya emas 2 ton, terus anak saya punya showroom (mobil), yang begitu-begitu diduga tindak pidana pencucian uang karena korupsi saya itu tadi yang beranak pinak, itu cara menghitung di intelijen keuangan,” terang Mahfud.
Oleh karena itu, skema ini masih dalam penyelidikan dan akan ditelusuri lebih jauh. Mahfud curiga jika aksi pencucian uang ini melibatkan banyak ratusan pegawai dalam instansi tersebut.
“Hanya ada 1, 2, 3 orang lah yang dihukum karena pencucian uang, padahal (nilai) itu jauh lebih besar dari korupsi. Korupsi itu terkait dengan anggaran negara yang dicuri, oleh Kemenkeu sudah berhasil dikembalikan Rp 7,08 triliun. Nah, yang pencucian uang yang Rp 300 triliun ini akan kita tindak lanjuti,” tegasnya.
Kasus ini harus benar-benar dieksekusi dan ditunjukkan faktanya. Mengingat Sri Mulyani sebelumnya punya keinginan untuk bersih-bersih internal Kemenkeu dan DJP dari tangan-tangan kotor.
Namun, jangan sampai fenomena ini menjadi angin lalu di masyarakat saja. Perlahan-lahan Sri Mulyani bisa konsisten membuktikan rencana strategis mengembalikan nama baik Kemenkeu.
Pertama, bisa dimulai dengan klarifikasi elit Kemenkeu dan DJP soal harta kekayaan. Baru selanjutnya melakukan perombakan kabinet secara besar-besaran.
Saat ini Sri Mulyani juga bersikap tegas dengan membatasi seluruh pegawainya untuk memamerkan kekayaan. Seperti yang sudah dilakukan oleh anak Rafael Alun.
Sementara itu, keterangan Mahfud MD tersebut juga menggambarkan bahwa sejak 2009 sektor Kemenkeu tidak lepas dari persoalan pencucian uang.
Meskipun Mahfud memberikan pembelaan kepada rekan kabinetnya itu, bahwa tindakan kecurigaan pencucian uang ini terjadi sebelum era kepemimpinan Sri Mulyani. (pam/ads)