ANDALPOST.COM – Pengadilan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Den Haag mengatakan bahwa tersangka genosida di Rwanda pada tahun 1994, Felicien Kabuga tidak pantas untuk diadili, pada Kamis, (8/6/2023).
Pihak pengadilan PBB itu menginformasikan kondisi kesehatan Felicien Kabuga yang telah mengidap penyakit demensia.
Alhasil, pengadilan atas kejahatan Felicien Kabuga yang dilakukan pada minggu ini akan ditangguhkan. Hal ini membuat keluarga korban genosida kecewa atas penantian lama mereka untuk mendapatkan keadilan. Bahkan, mereka juga mengutuk keputusan Pengadilan PBB yang dinilai tidak adil.
Diketahui melalui awak media setempat, hakim tinggi yang mengadili Felicien Kabuga mengatakan bahwa dirinya tak layak untuk didakwa.
Hakim tinggi mengatakan, “Tidak layak untuk berpartisipasi secara mendalam pada uji cobanya, dan sangat tidak mungkin untuk mendapatkan kembali kebugarannya di masa mendatang,” ucap hakim tinggi ketika mengetahui kondisi kesehatan Felicien Kabuga.
Felicien Kabuga sendiri telah menolak untuk menghadiri persidangan itu secara langsung pada September 2022. Hal itu didukung oleh para ahli medis yang mendiagnosa bahwa Kabuga menderita penyakit demensia parah.
Alhasil, para hakim mengusulkan untuk membuat keputusan berdasarkan prosedur hukum alternatif. Prosedur alternatif tersebut merupakan bentuk yang paling menyerupai persidangan asli dengan kemungkinan besar tanpa hukuman.
Keputusan hakim dalam melakukan prosedur alternatif ini ditujukan untuk mengedepankan kepentingan para korban, penyintas, dan komunitas internasional bahwa kejahatan genosida yang dilakukan oleh Kabuga masih dalam proses pengadilan.
Berdasarkan kejahatan yang dilakukan oleh Felicien Kabuga, ia pertama kali didakwa oleh Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda atau International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) pada tahun 1997.
Tuduhan Felicien Kabuga
Melalui ICTR, Kabuga dikenakan tuduhan sebagai dalang dari genosida dan melakukan penipuan sebagai kepala pemodal radio Télévision Libre des Mille Collines.
Penipuan yang ia lakukan merupakan instruksi kepada orang-orang untuk mendirikan penghalang dan mencari daftar nama yang akan dijadikan target. Kabuga juga menginstruksikan orang-orang tersebut untuk menentukan wilayah yang akan dijadikan sebagai area serangan.
Selain itu, Felicien Kabuga juga mendapatkan tuduhan membantu dan bersekutu dengan Interahamwe. Yang mana, persekutuan tersebut merupakan sebuah milisi bersenjata yang bergabung dengan partai yang mendominasi di Rwanda. Diketahui partai tersebut juga memburu dan membantai etnis Tutsi.
Namun, Kabuga menolak tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Hal ini membuat keluarga para korban dan penyintas genosida menanamkan asumsi bahwa keluarga Kabuga dan pengacaranya menggunakan taktik penundaan.
“Ketika Kabuga ditangkap setelah menolak untuk menghindari keadilan selama lebih dari dua dekade, kami senang dan berpikir bahwa keadilan akhirnya akan ditegakkan,” ujar Naphtali Ahishakiye, seorang sekretaris eksekutif Ibuka dan kelompok penyintas genosida.
Akibat dari tuduhan tersebut, Kabuga diadili oleh International Residual Mechanism for Criminal Tribunals atau Mekanisme Residual Internasional untuk Pengadilan Pidana atas dalang dibalik genosida, hasutan untuk melakukan genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.