ANDALPOST.COM — Ketua DPR Wan Muhamad Noor Matha mengumumkan pemilihan Perdana Menteri (PM) Thailand berikutnya dijadwalkan pada 22 Agustus mendatang, Rabu (16/8/2023).
Namun, Pengadilan Konstitusional Thailand menolak mengadili kasus pencalonan pemenang pemilu Pita Limjaroenrat untuk menjadi PM.
Sehingga, membuka jalan bagi pemungutan suara kepemimpinan baru di parlemen.
Putusan tersebut membawa Thailand selangkah lebih dekat untuk berpotensi mengakhiri kebuntuan politik yang mencengkeram kerajaan itu sejak pemilihan umum pada Mei lalu.
“Mahkamah Konstitusi telah setuju dengan suara bulat untuk tidak menerima kasus tersebut atau tidak akan disidangkan,” terang pengadilan dalam sebuah pernyataan.
Namun, penolakan tersebut justru tidak membuat gentar Pita. Ia mengatakan partainya tidak akan menyerah untuk memerintah.
“Masalahnya di parlemen, jadi kita akan selesaikan di parlemen,” kata Pita.
Seperti diketahui, Partai Move Forward (MFP) pimpinan Pita memenangkan kursi terbanyak dalam jajak pendapat Mei.
Memanfaatkan gelombang dukungan dari kaum muda dan urban Thailand untuk mengakhiri hampir satu dekade pemerintahan yang didukung tentara.
Tetapi pria berusia 42 tahun lulusan Harvard itu dikalahkan dalam upayanya untuk menjadi PM oleh gabungan kekuatan konservatif yang ditakuti.
Terlebih, Pita berjanji jika menjadi PM akan mereformasi undang-undang penghinaan kerajaan dan monopoli bisnis.
Pita keluar dari pencalonan setelah parlemen menolaknya dalam pemungutan suara PM pertama. Kemudian ia menolak kembali untuk kedua kalinya.
Kasus yang dibatalkan oleh pengadilan pada hari Rabu berpusat pada konstitusionalitas parlemen yang menolak pemungutan suara kedua Pita.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.