Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Thrifting dari Kacamata UMKM: Baju Bekas Brand Luar Lebih Menarik

Ilustrasi larangan thrifting. (Design by: Aini)

ANDALPOST.COM – Larangan impor pakaian bekas belakangan digaungkan oleh pemerintah. Hal ini lantaran untuk memajukan sektor UMKM tekstil dalam negeri. 

Pasalnya, diketahui  impor pakaian bekas menggangu perputaran roda ekonomi industri tekstil dalam negeri.

Presiden Jokowi dalam pidatonya bahkan secara tegas langsung melarang adanya impor pakaian bekas.

“Sudah saya perintahkan untuk mencari betul dan sehari-dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri,” kata Presiden Joko Widodo Rabu, (15/3) lalu.

“Sangat mengganggu, yang namanya impor pakaian bekas mengganggu, sangat mengganggu industri dalam negeri kita,” ujar Jokowi.

Aturan Jokowi dalam melarang adanya thrifting tentu menjadi dampak negatif bagi para konsumen sekaligus para pedagang.

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan pun mengatakan, bahwa menjual baju bekas tidak dilarang, tetapi jangan sampai melakukan impor.

“Menjual baju bekas tidak di larang, tetapi jangan sampai impor,” ujarnya.

Sementara Anggota DPR RI fraksi PDIP, Adian Napitupilu menuturkan, bahwa sejauh pengamatannya, tidak ada data yang menunjukkan jika industri pakaian bekas merugikan UMKM dalam negeri.

Ia menambahkan, harusnya pemerintah punya fokus untuk menyelamatkan UMKM negeri atau menyelamatkan brand luar khususnya China.

“Jadi siapa sesungguhnya yang dibela oleh Mendag dan Menkop UMKM. Industri pakaian jadi di negara China atau UMKM Indonesi?  Ayo kita sama-sama jujur,” kata Adrian di Jakarta, Sabtu (18/3).

“Ambil contoh di tahun 2019, impor pakaian jadi dari China 64.660 ton. Sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari China,” kata Adian.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.