ANDALPOST.COM – Wabah kolera kembali melanda Lebanon usai terbebas dari penyakit tersebut sejak awal 1990-an. Munculnya wabah itu juga dibarengi dengan krisis air bersih.
Layanan air bersih dan sanitasi di Lebanon merosot drastis usai bertahun-tahun mengalami krisis ekonomi. Bahkan, mayoritas orang Lebanon tidak mampu membeli air minum kemasan.
Salah satu warga Lebanon bernama Maha El Hamed mengaku keluarganya tidak mampu membeli air kemasan saat keran mengering. Hal ini memang kerap terjadi di kamp pengungsian di Lebanon Utara.
“Ketika kami tidak memiliki air keran, kami mengandalkan kolam terdekat,” kata Hamed sambil duduk di samping ranjang rumah sakit putranya yang berusia 4 tahun, dikutip dari Context, Selasa (8/11/2022).
Putra El Hamed yang terinfeksi kolera membutuhkan resusitasi dan tengah dirawat di Rumah Sakit Pemerintah Al-Rassi di distrik Akar pada pekan lalu.
Ia berharap sang putra segera pulih. Tetapi, El Hamed mengaku takut pulang ke rumah lantaran situasi yang mengerikan.
“Kita harus kembali meminum air menular yang sama yang membawa kita ke sini,” imbuhnya.
Seperti banyak orang di Lebanon, El Hamed menaruh curiga pada keamanan air keran. Bahkan saat air mengalir, ia lebih memilih membeli air kemasan untuk minum dan memasak.
Sayangnya, inflasi yang melonjak membuat harga air kemasan meningkat tiga hingga lima kali lipat selama setahun terakhir. Sehingga, banyak orang Lebanon tidak dapat membeli air kemasan tersebut.
Selain itu, 80 persen penduduk Lebanon saat ini hidup dalam kemiskinan.
El Hamed mengatakan gaji suaminya sebagai pekerja konstruksi tidak bisa lagi digunakan untuk membeli air kemasan. Alhasil, mereka terpaksa minum air keran yang “kotor”.
Untuk kebutuhan air lainnya, seperti mencuci, keluarga El Hamed dan tetangga mereka berbagi tangki air yang disaring dari pemasok swasta. Namun lambat laun, harga air tersebut juga menjadi mahal.
Wabah Kolera di Lebanon
Tak hanya persoalan air bersih serta sanitasi. Dalam kurun waktu satu bulan, wabah kolera telah menyebar ke seluruh negara berpenduduk 6 juta tersebut.
Wabah ini telah menginfeksi hampir 2.000 orang dan menewaskan 17 orang. Data tersebut berdasarkan dari Kementerian Kesehatan negara tersebut.
Padahal, Lebanon telah terbebas dari kolera sejak lama. Namun, layanan publiknya menderita serta mengalami krisis ekonomi.
Sementara itu, pertikaian di antara elit negara berdampak pada lemahnya lembaga-lembaga pemerintahan.
Kolera sendiri merupakan penyakit diare yang disebarkan melalui konsumsi makanan atau air tercemar kotoran manusia.
Penyakit ini dapat membunuh dalam beberapa jam jika tidak diobati secara tepat dan andal. Anak-anak paling berisiko terkena kolera.
Wabah kolera tersebut juga menjadi beban bagi fasilitas kesehatan yang kekurangan staf serta dana.
Direktur Rumah Sakit Al-Rassi, Muhammad Khadrin mengatakan beberapa pasien kolera memerlukan perawatan darurat, yang berpotensi menyebabkan kekurangan tempat tidur.
“Kami mencoba memperluas departemen untuk dapat menangani lebih banyak kasus, tetapi situasi saat ini sangat sulit, dan kami tidak tahu sejauh mana kementerian akan mampu membayar ekspansi,” terang Khadrin.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia di Lebanon, Abdinasir Abu Bakar mengatakan dia khawatir wabah kolera semakin memburuk. Walaupun, pihak berwenang telah berupaya untuk memasok air bersih dan peralatan sanitasi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.