Kekerasan
Sebuah laporan tahun 2022 oleh kampanye Gig Workers Rising menemukan, bahwa setidaknya 50 pengemudi pengiriman dan rideshare dibunuh di AS antara tahun 2017 dan awal 2022.
Sementara itu, kekerasan senjata tetap meluas. Di negara dengan populasi sekitar 331 juta orang, tingkat kematian akibat senjata secara teratur menempati urutan beberapa kali lebih tinggi daripada di negara maju lainnya.
Angka itu mencapai puncaknya pada tahun 2021, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS.
Lebih dari 48.830 orang meninggal karena luka-luka terkait senjata, jumlah yang lebih besar dari catatan tahun lainnya.
Sejauh ini pada 2023, terdapat hampir 10.000 kematian terkait senjata, tidak termasuk bunuh diri, menurut Arsip Kekerasan Senjata, sebuah organisasi nirlaba yang melacak penembakan di AS.
Mencari Keselamatan
Setelah tiba di AS, Ahmad Yar awalnya menetap di utara Philadelphia, Pennsylvania.
Tetapi ia memberi tahu Amini bahwa telah dihadang oleh orang-orang bersenjata yang meminta uang di sana.
Amini meyakinkannya untuk pindah ke Virginia, yang menurutnya akan lebih aman.
Ia mengenang Ahmad Yar sebagai pria yang kerap membantu orang. Bekerja berjam-jam untuk menghidupi keluarganya di AS serta saudara dan orang tuanya yang masih berada di Afghanistan.
“Aritmatika jam kerja dan uang yang didapat sulit ditolak Ahmad Yar, mengingat kebutuhan keluarganya,” kata Amini.
“Saya tidak bekerja 12 jam. Saya bekerja 20 jam,” Amini mengingat kata Yara.
“Dalam delapan jam, saya dapat menghasilkan tambahan Rp1 hingga Rp2 juta untuk keluarga di Afghanistan. Saya bisa memberi mereka makan selama sebulan,” imbuhnya.
Sementara itu, Departemen Kepolisian Metropolitan di Washington, DC, merilis rekaman pengawasan dari empat tersangka yang terlihat melarikan diri setelah pembunuhan Ahmad Yar.
Mereka mengatakan penyelidikan sedang berlangsung, dengan hadiah Rp379 juta ditawarkan untuk informasi yang mengarah pada penangkapan dan hukuman. (spm/ads)