ANDALPOST.COM – Pesan ucapan selamat kemerdekaan ke-75 tahun bagi Israel yang dilontarkan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menuai sejumlah kritikan, Kamis (27/4/2023).
Palestina segera memberikan tanggapan usai Ursula memberikan ucapan selamat bagi Israel.
Otoritas Palestina (PA) menyebut pesan von der Leyen tidak pantas, salah, serta diskriminatif.
PA mengungkapkan pernyataan Ursula mengenai Israel merupakan kiasan rasis anti-Palestina.
Bahkan, ucapan selamat kemerdekaan itu justru dianggap menjadi pertanda 75 tahun proyek kolonial Israel.
Pasalnya, Von der Leyen pun memberikan pujian atas hubungan Israel dan Eropa.
“Hari ini, kita merayakan 75 tahun demokrasi yang hidup di jantung Timur Tengah.”
“Hari ini, kami juga merayakan 75 tahun persahabatan antara Israel dan Eropa.”
“Kami memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang disarankan oleh geografi: budaya bersama kami, nilai-nilai kami, dan ratusan ribu warga ganda Eropa-Israel telah menciptakan hubungan yang mendalam di antara kami,” terang Ursula.
Retorika Kolonial
PA mengklaim pernyataan Ursula sebagai propaganda serta bagian dari penghapusan Nakba yang membawa malapetaka.
Hal ini mengacu pada pembersihan etnis Palestina pada tahun 1948 silam.
Israel telah lama membantah pengusiran paksa warga Palestina saat itu.
Di mana tentara Israel yang baru dibentuk dan milisi Zionis mengusir setidaknya 750.000 warga Palestina dari rumah dan tanah mereka.
Israel juga merebut 78 persen wilayah bersejarah Palestina.
Alhasil, otoritas Palestina mendesak von der Leyen untuk mengeluarkan permintaan maaf kepada warganya.
Kecaman atas pernyataan pejabat UE itu juga marak di media sosial.
“Lepaskan kami dari retorika kolonial!” cuit Jehad Abusalim, direktur eksekutif The Jerusalem Fund, yang berbasis di Washington, DC.
“Israel tidak mencapai kemerdekaan pada tahun 1948. Apa yang terjadi adalah kampanye pembersihan dan pengusiran etnis Palestina yang disengaja, yang ditujukan untuk merekayasa ulang demografi dan geografi Palestina dari negara mayoritas Arab menjadi negara mayoritas Yahudi,” imbuh dia.
Jehad juga menyebut kasus 1948 itu juga membuat Palestina menderita karena penjajahan serta perampasan yang dilakukan Israel.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.