ANDALPOST.COM – Sebuah studi menemukan bahwa Sleep apnea dapat membahayakan kesehatan otak di masa depan. Sleep apnea sendiri merupakan gangguan tidur yang serius, dimana pernapasan berulang kali berhenti dan mulai tiba-tiba disertai dengkuran yang keras.
Diperkirakan 936 juta orang dewasa di seluruh dunia yang berusia antara 30 dan 69 tahun mungkin menderita sleep apnea. Jika sleep apnea parah dan tidak diobati, diperkirakan orang tersebut memiliki risiko kematian tiga kali lipat dari orang normal lainya.
Dalam studi tersebut diungkapkan bahwa orang yang mengidap sleep apnea dikatakan memiliki lebih banyak kerusakan pada sel putih yang ada di otak.
Sel putih di otak adalah jaringan yang membentuk hubungan antara sel-sel otak dan sistem saraf lainnya. Biasanya saat otak di pindai akan menunjukkan bintik-bintik putih kecil. Hal itu yang disebut hiperintensitas sel putih, sehingga dapat menunjukkan tingkat kerusakan.
Tidak Ada Pengobatan
Seorang ahli saraf bernama Carvalho yang bekerja di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat menanggapi hal ini. Ia mengatakan bahwa setiap 10% orang yang mengalami penurunan waktu yang dihabiskan untuk tidur nyenyak. Memiliki resiko terjadinya peningkatan hiperintensitas sel putih di otak yang serupa dengan efek menjadi 2,3 tahun lebih tua.
“Hubungan dengan sleep apnea baru terungkap ketika kami mengisolasi kasus yang parah. Menunjukkan bahwa sleep apnea ringan hingga sedang mungkin tidak terkait secara signifikan dengan perubahan sel putih,” kata Carvalho.
“Namun, tidak ada pengobatan untuk perubahan seperti itu di otak. Jadi kita perlu menemukan cara untuk mencegahnya terjadi atau bisa menjadi lebih buruk,” lanjutCarvalho.
Peneliti mengamati 140 orang dengan usia rata-rata 72 tahun yang berpartisipasi. Semuanya dengan kondisi tanpa demensia, dan secara kognitif tidak terganggu selama pengujian. Orang-orang tersebut pun telah menjalani salah satu dari dua jenis pemindaian magnetic resonance imaging (MRI).
Hasilnya, sekitar 34% peserta mengalami apnea tidur ringan. 32% mengalami apnea tidur sedang, dan 34% mengalami apnea tidur parah. Melalui studi tersebut Carvalho mengungkapkan dengan adanya sleep apnea dapat disimpulkan terjadi penurunan oksigen, dan kadar karbon dioksida. Hal ini menyebabkan tekanan darah dan detak jantung meningkat.
“Semua perubahan ini menyebabkan peningkatan peradangan di tubuh dan otak. Aktivasi hormon stress yang akan meningkatkan tekanan darah kita dan memengaruhi metabolisme kita. Darah bisa menjadi lebih kental,” katanya.
“Perubahan pada pembuluh darah dapat menyebabkan stroke dan suplai darah yang buruk ke otak. Dapat menyebabkan kematian neuron atau kerusakan materi putih, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kognitif,” lanjut Carvalho.
“Apnea tidur obstruktif, atau mungkin tidur gelombang lambat itu sendiri penting untuk kesehatan jantung dan otak,” sambungnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.