ANDALPOST.COM – Selama hampir sebulan petugas penyelamat di provinsi Balochistan barat daya Pakistan telah mencari dua pria yang terperangkap di dalam tambang batu bara.
Di saat keluarga mereka yang menderita bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, yakni kematian, Kamis (1/6/2023).
Kedua penambang batu bara itu telah terperangkap sejak 4 Mei lalu di dalam tambang di distrik Dukki, 320 km (198 mil) dari ibu kota Balochistan, Quetta, pusat produksi batu bara Pakistan.
“Petugas penyelamat telah menggali 900 kaki (274m) ke dalam tambang. Dan sekarang menggali dari keempat sisi untuk menemukan para penambang. Tetapi kemungkinan menemukan mereka hidup hampir tidak mungkin,” kata Abdul Ghani, kepala inspektur tambang Balochistan.
“Akan menjadi keajaiban jika mereka ditemukan hidup-hidup,” terangnya.
Dua pria, Abdul Baqi (22) dan Sharafuddin (26) terjebak setelah tambang runtuh akibat hujan deras, kata para pejabat.
Anggota keluarga dari para penambang yang terperangkap telah berkemah di dekat tambang dan mendesak para pejabat untuk menyerahkan jenazah mereka
“Kami lelah menunggu dan ingin mereka kembali, hidup atau mati,” terang Abdul Sattar, kerabat salah satu pria.
Sedikit Harapan
Pejabat polisi setempat mengatakan ada sedikit harapan untuk menemukan pria tersebut.
“Petugas penyelamat tidak tahu apa-apa tentang lokasi penambang,” kata Syed Saboor Agha, seorang petugas polisi di Dukki.
Menurut kerabatnya, kedua pria itu berasal dari keluarga yang berjuang melawan kemiskinan ekstrem.
Mereka pindah ke Dukki dari Kila Saifullah, distrik Balochistan lain yang berjarak 134 km (83 mil) untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Keduanya mampu menghasilkan sekitar Rp.149 ribu sehari setelah bekerja seharian jauh di dalam tambang dalam kondisi berbahaya.
Penantian yang menyakitkan bagi para pria telah menambah kesengsaraan keluarga yang berjuang untuk menyediakan makanan di atas meja.
“Orang tua dan anak-anak mereka menderita trauma psikologis,” kata Azeem Khan, sepupu Baqi.
Balochistan adalah provinsi terbesar di Pakistan tetapi berpenduduk paling sedikit dan paling tidak berkembang, di mana sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan.
Provinsi tersebut menyumbang 50 persen dari produksi batu bara negara, dengan Dukki menjadi salah satu dari lima kabupaten kaya batu bara terkemuka.
Penduduk setempat menyebut batu bara sebagai emas karena bekerja di tambang memberi mereka upah harian yang lebih tinggi daripada profesi lainnya.
Lubang Kematian
Kelompok hak asasi manusia dan asosiasi buruh mengkritik pemilik tambang, kontraktor dan pemerintah. Hal tersebut lantaran kegagalan mereka memperbaiki kondisi kerja para penambang batu bara meskipun ada peringatan dari organisasi hak buruh internasional.
Menurut Undang-Undang Pertambangan yang diperkenalkan pada tahun 1923 oleh Inggris selama pemerintahan kolonial mereka di anak benua tersebut.
Inspektur tambang harus melakukan pemeriksaan dan menilai kondisi setiap pagi sebelum mengizinkan pekerja masuk.
Undang-undang ini juga melarang anak-anak dan perempuan memasuki atau bekerja di tambang.
Pakistan telah menandatangani Konvensi Keselamatan dan Kesehatan Organisasi Perburuhan Internasional di Pertambangan. Tetapi kelompok-kelompok hak asasi mengatakan bahwa hal itu tidak berbuat banyak untuk meningkatkan langkah-langkah keselamatan.
Peer Muhammad Kakar, perwakilan lokal dari All Pakistan Mines Association, menuduh pemilik tambang hanya mencetak uang dengan mengorbankan nyawa para penambang.
“Ini lubang kematian hitam, bukan ranjau,” kata Kakar.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.