ANDALPOST.COM – Wabah COVID-19 di China kian melonjak pada Kamis (10/11/2022). Kasus terbanyak dijumpai di kota metropolitan Guangzhou. Alhasil, pihak berwenang di kota tersebut mendesak para pekerja untuk bekerja dari rumah.
Guangzhou sendiri merupakan rumah bagi 19 juta orang. Kasus COVID-19 mencapai lebih dari 2.000 selama tiga hari berturut-turut di kota tersebut.
Pihak berwenang khawatir kasus harian COVID-19 itu akan membuat kegiatan maupun perekonomian lumpuh seperti di kota Shanghai sebelumnya.
“Seperti yang terjadi, sulit untuk mengatakan apakah Guangzhou akan mengulangi pengalaman Shanghai di musim semi tahun ini. Jika Guangzhou mengulangi apa yang dilakukan Shanghai di musim semi, itu akan mengarah pada babak baru pesimisme di China,” tulis analis Nomura, dikutip dari CNA.
Kondisi Penduduk Kota Guangzhou
Mason Long, yang bekerja untuk sebuah perusahaan game Guangzhou, mengatakan beberapa penduduk bersiap untuk lockdown, tetapi banyak juga yang meninggalkan kota.
Sebagian besar dari 11 distrik di Guangzhou menerapkan pembatasan agar laju COVID-19 tidak semakin meningkat.
“Kabupaten Panyu baru saja mengumumkan pembatasan perjalanan keluar masuk, jadi tiga distrik yang mengumumkan itu,” ucap Long.
“Kami semua di distrik lain sangat khawatir ini akan diterapkan ke seluruh kota dan kami akan menghadapi lockdown seperti Shanghai,” imbuhnya.
Penyebaran COVID-19 yang terus meningkat dan respon China meresponnya begitu agresif menyebabkan gangguan bagi penduduk serta bisnis di seluruh negeri. Selain itu, juga membebani pasar keuangan, termasuk untuk komoditas global.
Di Beijing, penyelenggara pameran mobil unggulan China mengungkapkan menunda acara tersebut. Bahkan, pihaknya menyebut tidak akan menggelar pameran itu tahun ini karena wabah COVID-19 yang terus meningkat.
Setidaknya, di ibu kota, melaporkan 95 infeksi baru untuk hari ini, padahal sebelumnya hanya 80 kasus per hari.
Namun, menurut standar global, jumlah infeksi COVID-19 di China terhitung rendah. Kasus domestik baru naik menjadi 8.824 pada Rabu (9/11/2022).
Negara ini terus bertahan dengan pendekatan nol COVID. Sehingga memicu frustasi publik serta menimbulkan kerusakan pada ekonomi terbesar kedua di dunia.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.