ANDALPOST.COM — Dana Moneter Internasional (IMF) akhirnya mencapai kesepakatan dengan Pakistan mengenai dana siaga sebesar Rp 45 triliun, Jumat (30/6/2023). Hal itu diungkap oleh pihak IMF sendiri.
Keputusan atas kesepakatan tersebut telah lama dinantikan Pakistan, lantaran tengah dihadapkan pada sejumlah masalah ekonomi.
Kesepakatan itu harus disetujui oleh dewan IMF terlebih dahulu pada Juli. Mulanya terjadi penundaan selama delapan bulan, hingga kini IMF memberikan bantuan bernilai triliunan.
Diketahui, Pakistan memang tengah berjuang melawan krisis neraca pembayaran yang akut dan penurunan cadangan devisa.
“Alhamdulillah,” ungkap Menteri Keuangan, Ishaq Dar setelah kesepakatan diumumkan pada Jumat pagi.
Dar mengatakan, kesepakatan tersebut telah dinanti-nantikan.
Dengan inflasi yang sangat tinggi dan cadangan devisa hampir tidak cukup untuk menutupi satu bulan impor, Pakistan telah menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade.
Bahkan, analis menyebut Pakistan akan gagal membayar hutang tanpa adanya kesepakatan dengan IMF.
Pendanaan senilai Rp 45 triliun akan dibagi menjadi sembilan bulan, lebih tinggi dari yang diharapkan Pakistan.
Negara tersebut tengah menunggu pelepasan sisa sekitar Rp 37 triliun dari paket bailout Rp 97 triliun yang telah disepakati pada 2019 silam.
Sementara pengaturan siaga baru dibangun di atas program 2019.
Tantangan Ekonomi Pakistan
Pejabat IMF Nathan Porter mengatakan, dalam sebuah pernyataan ekonomi Pakistan telah menghadapi beberapa tantangan belakangan ini. Termasuk banjir serta kenaikan harga komoditas setelah perang di Ukraina.
“Terlepas dari upaya pihak berwenang untuk mengurangi impor dan defisit perdagangan, cadangan telah turun ke tingkat yang sangat rendah. Kondisi likuiditas di sektor ketenagalistrikan juga masih akut,” kata Porter dalam sebuah pernyataan.
“Mengingat tantangan ini, pengaturan baru akan memberikan jangkar kebijakan dan kerangka kerja untuk dukungan keuangan dari mitra multilateral dan bilateral di masa depan,” imbuhnya.
Porter juga mencontohkan, kondisi likuiditas di sektor ketenagalistrikan masih akut, dengan tunggakan yang menumpuk dan seringnya terjadi pemadaman listrik.
Reformasi di sektor energi, yang telah mengakumulasi utang hampir Rp 54 triliun menjadi landasan diskusi dengan IMF.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.