ANDALPOST.COM – Serangkaian perampokan dengan kekerasan oleh pencuri yang menggunakan parang di Indonesia atau “begal” telah menarik seruan berkode dari politisi terkemuka agar mereka dibunuh di depan mata oleh polisi. Komentar tersebut dikutuk oleh kelompok hak asasi manusia karena membenarkan pembunuhan di luar hukum.
Bulan lalu, polisi di kota Medan, Sumatera Utara, menembak mati seorang “begal” sebagai bagian dari upaya untuk “membasmi” mereka.
Bobby Nasution, walikota Medan dan menantu Presiden Joko Widodo, memuji para petugas yang terlibat. Ia mengatakan penjahat seperti itu harus ditembak mati di tempat.
“Saya menghargainya karena begal dan penjahat tidak punya tempat di Medan,” tulisnya dalam postingan Instagram pada 9 Juli, membagikan rekaman mayat tersangka.
Presiden Widodo belum mengomentari pernyataan Nasution, tetapi para pemimpin lainnya, termasuk Gubernur Provinsi Sumatera Utara, telah mendukung komentar tersebut.
Kelompok hak asasi manusia menginginkan penyelidikan atas pembunuhan tersebut. Mereka juga mengutuk retorika tersebut karena memberikan hak kepada petugas dan warga negara untuk mengambil hukum ke tangan mereka sendiri.
“Tidak pantas pejabat publik menyatakan dukungan untuk tindakan di luar hukum seperti itu,” kata Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid kepada AFP pada Rabu (16/8/2023).
“Penembakan itu tidak hanya melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia—seperti hak untuk hidup, hak atas pengadilan yang adil—tetapi juga peraturan.”
Aturan polisi Indonesia menyatakan bahwa senjata api hanya boleh digunakan sebagai upaya terakhir petugas.
Lembaga Reformasi Peradilan Pidana Indonesia menyebut kata-kata Nasution “tidak bertanggung jawab.”
Namun, beberapa sentimen publik ada di pihak walikota.
Di bawah video viral serangan “begal”, pengguna media sosial menyerukan agar pencuri ditembak mati atau menghadapi hukuman mati.
Dan di sebuah desa di timur Jakarta, para pemimpin lokal telah mengeluarkan hadiah 10 juta rupiah (US$662) untuk menangkap “begal”.
Begal Merajalela
“Begal” dengan kejam menyerang korbannya dengan arit, senapan angin, dan batu, meneror orang Indonesia di Jakarta, Medan, dan pusat kota lainnya.
Mereka mendekati korbannya dengan sepeda motor, biasanya di area yang dipilih dengan hati-hati yang memiliki sedikit kamera keamanan. Sehingga, mereka dapat melarikan diri dengan cepat setelah perampokan.
“Mereka harus melakukannya dengan cepat dan kejam untuk membuat korban menyerah,” kata Adrianus Meliala, kriminolog Universitas Indonesia.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.