ANDALPOST.COM — Warga Israel meminta para tentara tidak boleh mundur dari perang guna menghancurkan Hamas, Rabu (13/12/2023). Kendati seruan gencatan senjata terus berdengung, terlebih dari Majelis Umum PBB.
Padahal korban meninggal semakin bertambah. Militer Israel mengalami salah satu hari paling mematikan dalam perang Gaza yang telah berlangsung selama dua bulan pada hari Selasa (12/12/2023).
Pasalnya, seorang kolonel di antara 10 tentara yang tewas, menjadikan jumlah korban jiwa menjadi 115 orang.
Hampir dua kali lipat jumlah korban tewas dalam bentrokan di daerah kantong pantai tersebut sembilan tahun lalu. Sebagian besar daerah kantong itu juga terbengkalai.
Terlihat kondisi mengerikan dan lebih dari 18.500 warga Palestina tewas dalam serangan udara dan darat tentara Israel.
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden mengatakan pemboman tanpa pandang bulu terhadap warga sipil Gaza telah merugikan dukungan internasional Israel.
Jajak pendapat yang dilakukan dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan dukungan sangat besar terhadap perang tersebut meskipun jumlah korban jiwa meningkat.
Sebanyak enam warga Israel mengungkapkan sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mundur. Terlepas dari memudarnya simpati global yang tercermin dalam resolusi PBB.
Pembunuhan Hamas terhadap sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, pada 7 Oktober menghidupkan kembali perasaan Israel sebelumnya ketika negara-negara Arab melancarkan serangan mendadak pada tahun 1973 silam.
Ketakutan bahwa negara-negara tetangga dan musuh-musuhnya dapat melenyapkan bangsa Yahudi secara bersamaan, kata ilmuwan politik Tamar Hermann.
“Masyarakat berpendapat bahwa hal ini merupakan ancaman terhadap keberadaan Israel,” kata Hermann, dari Israel Democracy Institute, yang mengadakan jajak pendapat rutin mengenai perang tersebut.
Ia mengatakan bahwa masyarakat bersiap menghadapi lebih banyak kematian tentara.
Berbicara di Yerusalem, pensiunan Ben Zion Levinger mengatakan musuh-musuh Israel akan memandang lambatnya upaya memerangi Hamas sebagai tanda kelemahan.
“Jika kita tidak mengakhiri perjuangan ini, maka besok pagi kita akan menghadapi pertempuran di utara, timur, selatan, dan mungkin Iran. Oleh karena itu, kita tidak punya pilihan,” kata Levinger, mantan pekerja IT.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.