Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Bangladesh Janji Gelar Pemilu Damai dan Adil Usai AS Lontarkan Ancaman

Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina. (Foto: REUTERS)

PM Hasina Jamin Pemilu nan Adil

Berbicara di Forum Ekonomi Qatar di ibu kota Doha pada Rabu (24/5/2023), PM Hasina menjanjikan pemilihan yang adil.

“Saya di sini untuk memastikan hak pilih rakyat kita karena rakyat harus memutuskan siapa yang akan menjalankan negara. Itu adalah kekuatan rakyat. Saya ingin memastikan kekuatan rakyat.”

“Saya di sini bukan untuk merebut kekuasaan, melainkan saya ingin memberdayakan orang-orang kami. Mereka harus memiliki hak untuk memilih pemerintah mereka. Jadi di bawah pemerintahan kami, pemilu pasti akan bebas dan adil,” papar Hasina.

Dalam kesempatan itu, Hasina juga turut menanggapi pernyataan Blinken.

“Mengenai AS, Anda dapat melihat bahwa Tuan Trump tidak menerima hasilnya. Apa yang harus mereka katakan sekarang? Kami telah memberitahu semua orang, jika mereka ingin mengirim pengamat, mereka bisa melakukannya,” sambung dia.

Diketahui, Hasina yang memegang kendali ketat atas negara Asia Selatan itu sejak berkuasa pada 2009, dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Penghapusan kebebasan pers, penindasan perbedaan pendapat, dan memenjarakan para kritikus. 

Termasuk banyak pendukung BNP atau Partai Nasionalis Bangladesh.

Bahkan, BNP telah menyerukan Hasina untuk mundur dan pemilihan berikutnya diadakan di bawah pemerintahan sementara yang netral, sebuah permintaan yang ditolak oleh pemerintah.

“Kebijakan visa baru ini sekali lagi membuktikan bahwa masyarakat internasional yakin bahwa pemilihan umum yang bebas dan adil tidak mungkin dilakukan di bawah pemerintahan ini,” kata pemimpin senior BNP, Zahir Uddin Swapon.

Hasina umumnya dipandang sebagai sekutu Barat, dengan penentangannya terhadap kelompok garis keras Muslim dan kebijakan ramah bisnis.

Ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan negara tetangga India.

Tuduhan AS pada Bangladesh

AS di bawah Presiden Joe Biden juga menyuarakan keprihatinan tentang situasi HAM. Serta undang-undang keamanan digital yang dipandang sebagai cara untuk mengekang perbedaan pendapat online.

Selain itu, Washington tidak mengundang Bangladesh ke dua pertemuan puncak tentang demokrasi yang diselenggarakannya.

Sejak Desember 2021, AS mempertahankan sanksi terhadap unit polisi elit yang menargetkan kejahatan dan terorisme.

AS juga menuduh Bangladesh telah melakukan pembunuhan di luar hukum dan penghilangan paksa.

Analis politik Bangladesh, Badiul Alam Majumdar pun menyambut baik pembatasan baru AS terkait pemilu.

“Saya melihat pembatasan ini sebagai tindakan pencegahan,”

“Ini dapat mencegah upaya individu untuk mencurangi pemilihan yang menguntungkan mereka,” terang Majumdar. (spm/ads)