ANDALPOST.COM — Dua partai oposisi utama Taiwan akan mencalonkan diri sebagai bakal Calon Presiden (Capres). Sedangkan pemimpin lainnya mencalonkan diri sebagai bakal Calon Wakil Presiden (Cawapres) di Pemilu bulan Januari 2024 mendatang, Selasa (21/11/2023).
Kesepakatan tak terduga yang dicapai tersebut mengguncang persaingan yang memperebutkan kursi nomor 1 di Taiwan. Alhasil menjadi tantangan nyata bagi partai berkuasa, yang saat ini memimpin pemilu.
Dua partai yang bekerja sama tersebut ialah Partai Nasionalis Lama Kuomintang (KMT) dan Partai Rakyat Taiwan (TPP) yang lebih baru.
Keduanya menjanjikan hubungan yang lebih baik dengan Beijing serta semakin agresif, sehingga mengurangi risiko perang antar negara.
Hal ini membedakan mereka dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa. Pasalnya, DPP semakin dekat dengan Amerika Serikat (AS). Bahkan ketika retorika mereka mengenai kemerdekaan Taiwan semakin keras.
Di sisi lain, KMT memerintah Taiwan dari tahun 1945 hingga 2000. KMT pun masih memandang gedung kantor kepresidenan di Taipei sebagai rumah aslinya. Para pemimpin partai yakin mereka akan kembali ke sana tahun depan.
Di dalamnya juga diisi oleh seorang ahli beda berusia 64 tahun bernama Ko Wen-je. Wen-je sengaja ditampilkan untuk menyita suara pemilih muda. Terutama terobosannya yang mendorong harga perumahan semakin terjangkau.
Para pengkritik menuduhnya sebagai populis oportunistik, tanpa kebijakan yang nyata dan konsisten. Terlebih, Wen-je dikenal kerap berpindah-pindah selama terjun di dunia politik.
Sepak Terjang
Pada tahun 1990an, Ko adalah pendukung setia partai oposisi Taiwan, DPP.
Pada masa itu, DPP adalah pihak luar yang memperjuangkan demokrasi penuh dan mengakhiri kediktatoran KMT selama beberapa dekade.
Pada tahun 2000, Ko berkampanye untuk DPP ketika kandidatnya memenangkan kursi presiden untuk pertama kali.
Kemudian pada tahun 2014, Ko berhenti dari dunia kedokteran dan mencalonkan diri sebagai walikota Taipei. Kala itu, DPP mendukung Ko Wen-je. Ia pun berhasil memenangkan suara saat itu.
Pada tahun 2019 ia mendirikan Partai Rakyat Taiwan. Ia mengatakan, hal ini akan menjadi jalan tengah antara DPP yang pro-kemerdekaan Taiwan dan KMT yang mendukung Beijing.
Kemudian, Ko mencalonkan diri sebagai presiden. Meski pernah bergonta ganti partai, ia dikenal memiliki kinerja cukup andal.
Sepanjang musim panas hingga gugur, ia unggul dalam pemungutan suara dibandingkan kandidat KMT, Hou Yu-ih.
Hal ini membuat geram para petinggi KMT karena pemerintahan DPP saat ini, yang telah berkuasa selama delapan tahun.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.