Alhasil, lebih banyak orang di Turki tampak siap untuk melakukan suatu perubahan, sejak Erdogan pertama kali berkuasa sebagai perdana menteri pada tahun 2003.
Namun, jumlah pemilih di Turki secara tradisional tetap kuat, meskipun pemerintah menekan kebebasan berekspresi dan berkumpul selama bertahun-tahun. Terutama, sejak upaya kudeta tahun 2016.
Erdogan pun, pernah menyalahkan kudeta yang gagal pada pengikut mantan sekutunya, ulama Fethullah Gulen.
Alhasil, menyebabkan tindakan keras besar-besaran terhadap pegawai negeri yang diduga memiliki hubungan dengan Gulen dan politisi pro-Kurdi.
Saat suara dihitung, kandidat oposisi Kilicdaroglu pun mengingatkan para pendukungnya bahwa “data masih masuk.”
Selain itu, para kritikus, termasuk Kilicdaroglu, mengatakan Erdogan telah mengumpulkan terlalu banyak kekuasaan sebagai presiden dan melemahkan demokrasi Turki.
Para pendukung yang memuji dia, disebabkan atas kepercayaan jika Erdogan akan membawa Islam kembali.
Sebagaimana demikian, Erdogan dan Kilicdaroglu sama-sama setuju untuk berpartisipasi dalam pemungutan suara putaran kedua jika diperlukan. Diperkirakan, akan ada dalam dua minggu mendatang. (xin/adk)