Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Festival Loy Krathong Thailand Memakan Korban Penyu Hijau Langka Berusia 20 Tahun

Seekor penyu hijau mati di Thailand karena menelan banyak sampah dari perayaan Loy Krathong. (Sumber: Pusat Konservasi Penyu di bawah Angkatan Laut Kerajaan Thailand)

ANDALPOST.COM – Penyu Hijau Langka berusia 20 tahun yang diperkirakan hampir punah mati pada bulan lalu karena diduga dampak dari Festival Loy Krathong Thailand. Penyu tersebut ditemukan tewas dan terdampar di Chonburi, Thailand.

Pemeriksaan oleh Pusat Konservasi Penyu di provinsi pesisir Thailand kemudian menunjukkan usus penyu itu penuh dengan benang nilon serta serat dari jaring ikan, sampah plastik, pin, dan bahkan paku.

Dari hasil laporan tersebut, diketahui sampah laut menghalangi sistem pencernaan hewan itu dan membuat si penyu tewas.

Satu di antaranya penyebab tewasnya penyu tersebut juga karena festival tahunan Loy Krathong baru-baru ini.

Tewasnya penyu hijau itu memicu diskusi tentang limbah laut dan perayaan tahunan Loy Krathong.

Festival Loy Krathong sendiri merupakan sebuah tradisi lama di Thailand di mana orang memberi hormat kepada dewi air pada bulan purnama bulan kedua belas bulan lunar.

Kata Loy memiliki arti mengapung dalam bahasa Thailand, sedangkan Krathong berarti wadah. Sehingga, orang yang merayakan festival itu membuat wadah untuk tempat sesaji. 

Biasanya mereka menggunakan wadah dari daun dan batang pisang, namun terkadang menggunakan styrofoam dan dihiasi dengan dupa, lilin, serta bunga.

Tak hanya itu, wadah terseut juga kerap mengandung paku, pin, serta staples yang digunakan untuk menyatukan berbagai komponen.

Pada tahun ini, otoritas Pariwisata Thailand mempromosikan acara tersebut sebagai salah satu festival tahunan paling populer dan paling menakjubkan di Thailand.

Negara itu turut mengundang wisatawan untuk merasakan pesona, keindahan, dan budaya perayaan Loy Krathong pada 8 November lalu.

Sayangnya, baru dua minggu berjalan, terjadi insiden tewasnya penyu yang hampir punah karena sampah laut akibat Festival Loy Krathong.

Penyu tersebut diketahui memiliki panjang cangkang 96,5 cm dan lebar 90 cm. Menurut dokter hewan yang melakukan otopsi kepada penyu tersebut ditemukan banyaknya limbah plastik yang tidak dapat dicerna. Alhasil, penyu langka tersebut mati.

“Total berat kering puing-puing jaring ikan adalah sekitar 100 g,” tulis Pusat Konservasi Penyu Laut di halaman Facebook-nya pada 27 November lalu.

“Tapi jika digabungkan dengan semua sisa makanan dan jenis sampah lainnya di usus, beratnya lebih dari 2 kg,” imbuhnya.

Kurangnya Kesadaran

Kasus tewasnya penyu langka membuat banyaknya seruan untuk menemukan cara yang lebih andal untuk merayakan festival Loy Krathong agar tidak merusak lingkungan.

Wakil presiden dan sekretaris jenderal Green Leaf Foundation, Tanawan Sintunawa, mengatakan bahwa masalah utama tentang Loy Krathong adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan.

“Kami membiarkan mereka memiliki kesadaran sepihak saat perayaan tersebut. Tapi kita tidak berbicara tentang bagaimana festival Loy Krathong membuat sungai lebih bersih atau bagaimana manfaatnya bagi dewi air,” terang Tanawan.

“Ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kegiatan budaya yang kita lakukan tanpa memahami makna sebenarnya. Jika kita ingin menghormati sungai atau air, kita tidak boleh membuang sampah di sana, kan?” tuturnya.

Tanawan berpendapat Loy Krathong dapat dirayakan dengan lebih bijak dan berfokus pada perlindungan sungai serta kanal.

“Bagus untuk melestarikan budaya kita, tetapi harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan,” imbuh Tanawan.

“Mereka hanya senang ketika saatnya tiba untuk merayakan, memainkan musik, dan mengapungkan krathong. Mereka tidak mempertimbangkan apakah baik atau buruk mengapungkan 4-5 juta krathong seberat ratusan ton di sumber air,” sambung dia.

Menjelang perayaan Loy Krathong tahun ini, juru bicara Administrasi Metropolitan Bangkok (BMA), Ekwaranyu Amrapan, mengimbau masyarakat untuk mengapungkan wadah persembahan mereka secara kolektif dan menekankan pentingnya melestarikan tradisi serta lingkungan.

“Masyarakat harus melakukannya bersama-sama, yaitu satu wadah untuk satu keluarga, satu pasangan, satu kelompok orang atau satu organisasi. Pilih wadah yang terbuat dari bahan alami, berukuran kecil dan hanya terdiri dari beberapa elemen untuk memudahkan pemilahan sampah,” papar Amrapan.

(SPM/MIC)