ANDALPOST.COM – Kasus gagal ginjal akut (GGA) kepada anak-anak kembali muncul. Kasus ini menimpa dua anak, Rabu (1/2) pekan lalu di daerah DKI Jakarta.
Satu dari dua anak tersebut sudah dinyatakan meninggal dunia. Padahal sebelumnya kasus gagal ginjal akut pernah menewaskan sekitar 200 anak.
Dulu gagal ginjal akut kepada anak dipicu oleh adanya zat berbahaya di obat sirup. Hingga menjadi perdebatan mengapa Kemenkes RI dan BPOM selaku pemberi lisensi ijin edar bisa kecolongan.
Namun BPOM dan Kemenkes lambat dalam melakukan gebrakan kebijakan. Justru mereka fokus pada kesalahan pihak produsen.
Hingga membuat orang tua korban kala itu menuntut tanggungjawab ke BPOM dan Kemenkes RI.
Akhirnya pengawasan pemberian ijin edar diperketat oleh BPOM untuk mencegah kejadian serupa.
Instansi tersebut juga merilis nama-nama obat yang dilarang dan ditarik kembali di peredaran. Gebrakan tersebut nyatanya masih bisa dijebol dengan adanya kasus serupa terbaru.
Hal ini membuat Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Hardoyo geleng-geleng kepala. Menurutnya hal ini sangat tidak masuk akal.
“Kasus ini sangat tidak masuk akal. Kenapa ? Karena beberapa waktu lalu, pemerintah sudah mengentikan peredaran semua obat sirup yang dicurigai sebagai penyebab GGA.”
“BPOM juga sudah merilis perusahaan yang dilarang mengedarkan produk-produknya termasuk juga merilis obat-obat yang diijinkan. Bahkan tersangka pun sudah ada. Lalu mengapa kasus GGA ini muncul lagi ?,” kata Rahmad Handoyo dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, Selasa (7/2).
Melihat fenomena ini fraksi PDIP punya dua asumsi mengapa GGA kembali terjadi. Pertama menurutnya adalah obat lama yang lolos dari penarikan edarnya di masyarakat. Artinya disini penarikan edarnya masihlah belum sempurna.
“Kalau kasus baru muncul akibat obat yang semestinya sudah ditarik dari peredaran masih masuk akal karena pemusnahan obat-obat yang dicurigai penyebab timbulnya penyakit gagal ginjal akut pada anak itu belum tuntas. Artinya belum semuanya menghilang dari peredaran,” katanya.
Handoyo yang notabene bekerja bermitra bersama BPOM kemudian ragu soal pengecekan yang dilakukan.
Hal ini menyangkut argumentasinya soal kemungkinan kedua tentang obat baru. Bisa saja obat yang dinyatakan aman tidak di uji secara satu persatu.
Bisa saja BPOM melakukan uji dengan model sampling terkait obat yang mengandung senyawa kimia etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).
“Artinya, saya mau mengatakan kita tidak bisa menyerahkan sepenuhnya kepada produsen untuk melakukan pengujian di laboratorium sendiri . Fungsi pengawasan harus lebih ditingkatkan. Jangan sampai bocor,” katanya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.