Reformasi Buruk
Islamabad telah mengambil banyak langkah kebijakan sejak tim IMF tiba di Pakistan awal tahun ini. Termasuk anggaran 2023-2024 yang direvisi pekan lalu untuk memenuhi permintaan pemberi pinjaman.
Penyesuaian lain yang diminta oleh IMF sebelum mencapai kesepakatan termasuk membalikkan subsidi di sektor listrik dan ekspor, kenaikan harga energi dan bahan bakar. Mendongkrak suku bunga kebijakan utama menjadi 22 persen, nilai tukar mata uang berbasis pasar dan mengatur pembiayaan eksternal.
Hal itu juga membuat Pakistan mengumpulkan lebih dari Rp 20 triliun dalam perpajakan baru melalui anggaran tambahan untuk tahun fiskal 2022-2023 dan anggaran yang direvisi untuk 2023-2024.
Namun penyesuaian tersebut juga memicu inflasi tinggi sepanjang masa sebesar 38 persen tahun-ke-tahun di bulan Mei.
“Anggaran FY24 memajukan surplus primer sekitar 0,4 persen dari PDB dengan mengambil beberapa langkah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan pengumpulan pajak dari sektor-sektor yang dikenai pajak,” kata Porter.
Ia menjelaskan sangat penting anggaran dilaksanakan sesuai rencana serta pihak berwenang menahan tekanan untuk pengeluaran yang tidak dianggarkan atau pembebasan pajak pada periode mendatang.
“Program baru ini jauh lebih baik dari ekspektasi kami,” kata Mohammed Sohail dari Topline Securities.
Tetapi Sohail juga menyebut akan ada banyak ketidakpastian mengenai yang apa yang terjadi usai Juni 2023 lantaran pemerintahan baru.
“Pendanaan sebesar Rp 45 triliun ini selama sembilan bulan pasti akan membantu memulihkan kepercayaan investor,” pungkasnya. (spm/ads)