ANDALPOST.COM – Insiden serangan drone yang menghantam kantor presiden Rusia Vladimir Putin justru bermanfaat secara politik.
Meskipun, belum diketahui pasti siapa dalang di balik insiden tersebut.
Kendati drone itu dihancurkan sebelum menyebabkan kerusakan serius, insiden tersebut menyoroti kerentanan pusat Moskow terhadap serangan musuh.
Sehingga, mendorong berbagai komentar mencuat termasuk pertanyaan mengenai pertahanan udara Rusia.
Sedangkan bagi Rusia, serangan itu semakin memperkuat narasi atas invasinya ke Ukraina.
Kremlin mengklaim invasi itu merupakan perang eksistensial bagi negara dan rakyat Rusia.
Menjelang parade kemenangan tahunan Perang Dunia Kedua 9 Mei di Lapangan Merah Moskow yang merupakan acara sakral bagi orang Rusia, tapi Barat meyakini korban invasi akan semakin banyak sedangkan mereka hanya memperoleh sedikit teritorial di Ukraina.
“Ini adalah upaya untuk mengumpulkan semua hal yang sakral dalam satu pernyataan,” kata Alexander Baunov, mantan diplomat Rusia dan pengamat Kremlin, Kamis (4/5/2023).
Kremlin meyakini serangan itu difokuskan untuk menyerang Putin.
“Mereka mencoba untuk menggalang orang-orang di sekitar serangan yang gagal ini. Ini benar-benar mobilisasi patriotik,” imbuhnya.
“Persatuan seperti itu, berpotensi didasarkan pada kombinasi kemarahan, ketakutan, dan patriotisme. Terbukti berguna pada saat Rusia bersiap untuk serangan balasan Ukraina yang telah lama ditunggu-tunggu, terlebih diharapkan Kyiv akan melihatnya merebut kembali wilayahnya,” bebernya.
Usai serangan tersebut, beberapa politikus Rusia menyerukan aksi balas dendam terhadap Kyiv.
Padahal, dengan tegas Ukraina membantah tuduhan tersebut.
Bahkan, mereka menuntut operasi militer khusus terhadap Ukraina dengan cara yang lebih brutal.
Operasi Kontra-Terorisme?
Salah satu cara bagi Kremlin untuk mengubah taktik di Ukraina guna membuka jalan bagi tindakan semacam itu adalah menetapkan kampanye.
Hal itu bertujuan sebagai operasi kontra-terorisme, sesuatu yang telah dilobi oleh beberapa politisi nasionalis.
Selain itu, aksi tersebut juga dapat mengklaim pemerintah Ukraina sebagai organisasi teroris dan pendukung Baratnya seperti Amerika sebagai sponsor terorisme.
“Rezim Nazi Kyiv harus diakui sebagai organisasi teroris. Itu tidak kalah berbahaya dari Al Qaeda,” kata Vyacheslav Volodin, ketua majelis rendah parlemen.
“Politisi di negara-negara Barat yang memompa senjata ke rezim Zelensky harus menyadari bahwa mereka tidak hanya menjadi sponsor. Tetapi juga kaki tangan langsung aktivitas teroris,” terangnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.