Terima Notifikasi Berita Terkini. 👉 Join Telegram Channel.

Intel Polisi Nyamar Jadi Wartawan, AJI: Penyusupan Cara Kotor

Illustrasi Polisi Campuri kebebasan Pers. (Design by @kenzz.design)

ANDALPOST.COM – Pelantikan Iptu Umbaran Wibowo sebagai salah satu Kapolsek di Kabupaten Blora tuai polemik.

Pasalnya selama ini sosok Umbaran Wibowo dikenal bukan anggota Polri melainkan sebagai jurnalis atau wartawan.

Sebelumnya selama hampir 12 tahun Umbaran Wibowo dikenal sebagai wartawan TVRI Jawa Tengah.

Bahkan hal ini juga dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol M Iqbal Al-Qudussy.

Hal ini yang membuat dunia jurnalistik bergejolak dan marah.

Pasalnya, Polri dianggap dengan sengaja menjadikan Umbaran untuk memata-matai dunia jurnalistik.

Namun menurut Iqbal hal ini bukanlah penyalahgunaan jabatan, pasalnya Umbaran bukan tercatat sebagai pegawai tetap.

Umbaran hanyalah seorang pekerja lepas atau biasa disebut sebagai kontributor.

“Dia bukan pegawai tetap TVRI,” kata Iqbal dalam rilis tertulis pada Rabu (14/12/2022). 

Namun Iqbal secara terang-terangan mengatakan jika keberadaan Umbaran di TVRI tidak menyalahi kode etik Polri karena merangkap pekerjaan.

Pasalnya Umbaran kala itu ditugaskan untuk melaksanakan tugas intelijen bukan semata-mata bekerja.

 “Dia pernah ditugaskan melaksanakan tugas intelijen di wilayah Blora,” katanya.

Jika Umbaran tidak menyalahi kode etik Polri lantas bagaimana dengan kode etik Jurnalistik?

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam cara kotor yang dilakukan oleh Polri ini.

Jelas hal ini menorehkan luka bagi kebebasan dunia pers.

Ketua Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung mengatakan jika ini adalah aksi penyusupan yang mana dianggapnya sebagai cara kotor.

Selain itu penyusupan ini juga menyalahi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 6 UU Pers menyebutkan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

“Kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan benar,” kata Erick dalam keterangan (15/12/2022).

Jika Umbaran dianggap tidak merangkap jabatan sebagai anggota Polri cara pandang dunia pers berbeda.

Dalam kode etik yang tercantum dikatakan bahwa wartawan dilarang keras tidak boleh menyalahgunakan profesi.

 “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Dalam kasus ini, Iptu Umbaran dan Polri telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi jurnalis,” terang Erick.

Penyusupan ini tentu menodai media TVRI, dan akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat dengan kredibilitasnya.

Pasalnya ini membuat media tersebut tidak bisa menjamin kebebasan pers dari intervensi aktor-aktor negara.

Oleh karena itu, Erick meminta agar kasus dari Iptu Umbaran ini menjadi yang terakhir kali terjadi.

Erick juga meminta agar Polri stop gunakan cara kotor ini, karena dapat mengganggu kinerja pers.

Terkait dengan kasus ini, Menkopolhukam Mahfud MD belum berikan sikapnya.

Mahfud hanya mengatakan untuk menunggu hasil investigasi lebih mendalam.

“Itu nanti yang bisa menjelaskan intelkam ya […] Itu bagian dari intelijen. Kan kita tidak tahu juga dan supaya diingat, intelijen itu mempunyai kewenangan-kewenangan tertentu demi menyelamatkan negara,” kata Mahfud pada Kamis kemarin.

“Mungkin itu ada alasan itu, tapi saya nggak berkomentar, saya juga enggak tahu namanya,” lanjut Mahfud.

“Mungkin itu ada alasan itu, tapi saya nggak berkomentar, saya juga enggak tahu namanya,” lanjut Mahfud.

(PAM/FAU)