Penyintas Kekerasan Seksual di Jepang
Di Jepang, para penyintas kekerasan seksual seringkali enggan untuk melapor karena stigma dan rasa malu.
Sebuah survei tahun 2021 oleh pemerintah menunjukkan bahwa hanya sekitar 6 persen wanita dan pria yang melaporkan kekerasan seksual. Setengah dari wanita yang disurvei merasa mereka tidak dapat melaporkannya karena rasa “malu”.
Para penyintas kekerasan seksual yang terbuka dengan kekerasan yang mereka alami juga seringkali mendapatkan ancaman dan komentar-komentar tidak senonoh secara daring.
Menurut Wakil Presiden Human Rights Now yang berbasis di Tokyo, Kazuko Ito, “gagasan menyimpang” tentang seks dan persetujuan yang telah merasuk selama beberapa generasi harus diatasi.
“Pembelajaran dan upaya pendidikan secara nasional sangat penting agar norma ini tertanam dalam masyarakat. Ini satu-satunya cara untuk mencegah kekerasan seksual yang sebenarnya bersamaan dengan mengakhiri budaya impunitas,” kata Ito.
Pelecehan seksual sendiri memang masih menjadi hal yang tabu di Jepang. Kasus demikian mendapat perhatian nasional hanya dalam beberapa tahun terakhir setelah kasus-kasus terkenal seperti Shiori Ito.
Ada juga Rina Gonoi yang merupakan mantan anggota Pasukan Bela Diri yang membuat pernyataan publik. Serta paparan Johnny Kitagawa tentang kasus serupa.
Di satu sisi, pendidikan seks biasanya diajarkan dengan cara terselubung dan sederhana, dan consent atau persetujuan hampir tidak disinggung sama sekali.
Di saat yang sama, anak-anak Jepang memiliki akses mudah ke pornografi di mana kiasan yang terlalu umum adalah seorang wanita menikmati hubungan seks di luar keinginannya. (xin/ads)