Maka, harus ada koordinasi dan kebijakan termasuk pengawasan untuk memberlakukan larangan impor baju bekas.
“Pak Presiden bilang lakukan pengawasan, (pengawasan) ini harus terkoordinasi, tidak bisa hanya di (Kementerian) Perdagangan saja, tetapi juga harus di Bea Cukainya, harus di Kepolisiannya, harus di dinas-dinas kabupaten/kota, harus secara masif ya,” tegas Aria.
Relevan dengan hal tersebut, pemerintah sebetulnya sudah merespon dan menindaklanjuti kebijakan larangan impor baju bekas.
Hal itu telah tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Hal ini dalam upaya melindungi UMKM tekstil dalam negeri.
Kebijakan larangan thrifting yang ketat saat ini jelas masih menimbulkan polemik. Terutama bagi kalangan pelaku usaha tersebut.
Wajar jika hingga saat ini masih bermunculan suara sumbang lantaran sumber penghasilan sehari-harinya dimatikan.
Bahkan para konsumen juga tidak setuju dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah ini.
Meskipun secara tampilan dan bahan, industri tekstil dalam negeri sudah bisa bersaing. Namun, sayangnya soal harga masih jauh bersaing. (pam/ads)