ANDALPOST.COM – Festival Imlek 2023 ini cukup meriah di Kota Solo. Festival ini menjadi ikonnya Pasar Gedhe Harjdonegoro atau dikenal Pasar Gedhe Solo pada setiap Imlek tiba.
Pasar Gedhe Solo ini terdapat Klenteng bernama Klenteng Tien Kok Sie berdiri sejak tiga abad silam.
Klenteng Tien Kok Sie menjadi tempat beribadah umat khonghucu untuk menyambut tahun baru dan merupakan peninggalan dari leluhur mereka.
Dalam perayaan, di depan klenteng tersebut terpasang ikon kelinci sebagai pertanda tahun baru kali ini jatuh pada Shio Kelinci Air
Pada Sekitar Pasar Gedhe Solo tergelantungnya lampion yang tersusun rapi di atas Jalan RE Martadinata, Solo
Gemerlapnya lampion ini terlihat pada malam hari yang penuh dengan para pedagang berjualan. Pengunjung terlihat ramai saat menjelang malam hari.
Festival Imlek ini tiap tahun sering diadakan yang diawali dengan Grebeg Sudiro. Apa itu Grebeg Sudiro?
Dilansir dari Surakarta.go.id, Grebeg Sudiro adalah lambang akulturasi tradisi Jawa dan Tionghoa di Kota Solo yang melebur dalam suasana hangat dan toleransi.
Sebelum tahun 2007, sebenarnya perayaan serupa pernah diadakan di zaman Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939). Waktu itu, tradisinya dikenal dengan nama “Buk Teko”, yang dirayakan setiap menjelang Hari Raya Imlek.
Kemeriahan festival ini disambut oleh para pedagang di dalam Pasar Gedhe Solo maupun para pedagang di luar Pasar Gedhe Solo.
Ada yang menarik dari Pasar Gedhe solo ini, salah satu toko ada yang berjualan khusus pakaian tionghoa. Toko tersebut bernama Toko Surya.
Penjualan Naik Saat Menjelang Imlek
Tim Andal Post mewawancarai salah satu pegawai di Toko Surya bernama Nanik Handayani. Menurut Nanik, penjualan di toko ini meningkat waktu menjelang Imlek.
“Untuk hari biasa, pakaian di toko ini terjual dalam sehari itu dua sampai lima pakaian. Untuk Imlek ini, penjualannya meningkat drastis, pakaiannya terjual 30 pakaian atau lebih yang terjual” kata Nanik.
Menurutnya, para pembeli di toko ini tidak hanya dari kalangan Tionghoa saja, tetapi non Tionghoa juga ikut membeli. Nanik menjelaskan bahwa alasan pembelinya ada dari non Tionghoa sebab akulturasi antara orang Tionghoa dan orang Jawa sudah membaur menjadi satu.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.