Menurut seorang pejabat AS, King sendiri yang memilih untuk menjalani hukuman di sebuah kamp kerja paksa di Korsel. Daripada membayar denda sebesar hampir US$4.000.
Korea Utara maupun Korea Selatan secara teknis tetap berperang karena konflik 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata. Bukan perjanjian, dan sebagian besar perbatasan di antara mereka dijaga ketat.
Namun di Area Keamanan Bersama, perbatasan hanya ditandai oleh pembatas beton yang rendah dan relatif mudah untuk diseberangi. Meskipun ada tentara di kedua sisi.
Hubungan Korea Utara dan Amerika
Pyongyang memiliki sejarah panjang dalam menahan orang Amerika dan menggunakan mereka sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi bilateral.
Insiden terbaru terjadi ketika hubungan antara Korea Selatan dan Korea Utara berada di salah satu titik terendah.
Di mana, diplomasi terhenti dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyerukan peningkatan pengembangan senjata. Termasuk hulu ledak nuklir taktis.
Namun perkembangan hari Kamis, dibaca sebagai tanda kesediaan Korea Utara untuk bernegosiasi, menurut Vladimir Tikhonov, Profesor Studi Korea di Universitas Oslo.
“Mereka pada dasarnya menginginkan beberapa kemajuan menuju normalisasi dengan AS, untuk mengimbangi ketergantungan yang tinggi secara tidak proporsional pada ekonomi China. Jadi, isyarat itikad baik mungkin saja terjadi – meskipun masih jauh dari kepastian untuk saat ini,” jelas Tikhonov.
Sementara Beijing adalah sekutu terpenting dan penyumbang ekonomi Korea Utara.
Washington terus memberlakukan sanksi keras terhadap Korea Utara. Sebagai cara untuk mengatasi kekhawatiran yang sedang berlangsung seputar program senjata nuklir mereka.
Pyongyang pekan lalu mengadakan parade militer dramatis yang menampilkan drone serangan baru dan rudal balistik antarbenua berkemampuan nuklir. Dengan pemimpin Kim diapit oleh pejabat Rusia dan China yang berkunjung. (xin/ads)