ANDALPOST.COM – Krisis iklim yang tengah melanda beberapa negara nampaknya berdampak juga pada ekspor beras Thailand. Meskipun Negeri Gajah Putih tersebut memiliki area sawah yang membentang lebih dari 10 hektar di Greater Bangkok dan terkenal dengan beras berkualitas terbaik, namun krisis saat ini tetap memberikan dampak besar.
Pada tahun 2012 silam, negara Thailand anjlok dari posisinya sebagai eksportir top dunia. Sejak inilah, Negara Seribu Pagoda tersebut bersusah payah untuk kembali ke posisi terdepan.
Kekeringan dan hujan yang tidak terduga dalam beberapa tahun terakhir telah menciptakan tantangan besar bagi produksi beras Thailand. Pasalnya, negara ini sangat rentan terhadap perubahan iklim.
Thailand masuk ke dalam peringkat sepuluh wilayah teratas yang paling menderita dari peristiwa cuaca ekstrem selama dua dekade terakhir dalam indeks Risiko Iklim Global pada tahun 2021.
Hasil Panen Thailand dan Perubahan Iklim
Menurut Grup Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, sektor pertanian Thailand sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim. Hal ini sebab Thailand terletak di daerah tropis di mana produktivitas pertanian sangat rentan terhadap kenaikan suhu. Terlebih, Thailand telah dilanda kekeringan dan banjir dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2020 dan 2019 lalu, budidaya padi Thailand mengalami penurunan produksi yang signifikan.
Pada 2019, ekspor beras Thailand anjlok 32 persen dari 11,2 juta ton (mt) pada tahun sebelumnya menjadi 7,6 juta ton. Jumlah tersebut turun lebih rendah lagi pada tahun 2020, ketika hanya 5,7 mt yang dikirim ke luar negeri.
Tak hanya itu, pada tahun 2021 sektor pertaniannya juga terkena dampak banjir bandang akibat badai tropis sehingga mempengaruhi hasil panen.
Selain itu, apresiasi mata uang baht tahun lalu dan biaya pengiriman yang mahal disebabkan oleh kekurangan kontainer pengiriman di seluruh dunia. Hal ini terjadi terutama selama pandemi yang juga menyebabkan redupnya daya tarik beras Thailand di antara pembeli.
“Untuk beras yang sama, terkadang harga beras kami lebih mahal dari beras asal lain sebesar US$100 per ton. Akibatnya, target pasar kami menyusut. Pembeli memilih penjual lain seperti India dan Vietnam atau untuk beras wangi Kamboja, Myanmar dan Pakistan, yang menawarkan harga lebih murah,” kata Chookiat Ophaswongse, presiden kehormatan Asosiasi Eksportir Beras Thailand (TREA).
Situasi Semakin Membaik untuk Ekspor Beras
Di sisi lain, data dari TREA menunjukkan situasi sedikit membaik pada akhir tahun lalu, dengan perkiraan 6,1 mt beras diekspor.
Curah hujan yang melimpah, hasil panen yang lebih tinggi dan depresiasi baht memberi dorongan pada sektor ekspor pada kuartal keempat tahun 2021.
Kendati begitu, Thailand masih menghadapi tantangan berat untuk merebut kembali konsumen di pasar perdagangan beras global.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.